JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menuturkan, selama Januari hingga April 2019, sekitar 1.600 konten bernuansa radikal dan terorisme di media sosial telah ditutup.
"Informasi yang saya dapat, 1.600 lebih sudah di-take down," kata Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (10/5/2019).
Hal itu ia sampaikan terkait penangkapan pimpinan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi yang berinisial EY.
Baca juga: Upaya Adik Pelaku Bom Bali Rangkul Napi Terorisme Dapat Pujian BNPT
EY diketahui memiliki kemampuan merakit bom. Ia bahkan mengajarkan keahliannya itu kepada anggota lainnya. Menurut keterangan polisi, kemampuan itu dipelajari EY dari media sosial.
Dedi melanjutkan, Direktorat Siber Bareskrim Polri hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan pihak media sosial seperti Twitter dan Youtube.
Hal itu dilakukan untuk terus melakukan patroli siber demi mencegah peredaran konten terkait berbau terorisme.
Baca juga: Kisah Ali Fauzi Beri Kehidupan Baru bagi Mantan Napi Terorisme
"Sudah kerja sama dengan platform, Youtube, Twitter, untuk melaksanakan patroli siber, apabila ada hal yang mencurigakan terkait terorisme, dan pembuatan bahan peledak langsung diblokir," ungkapnya.
Sebelumnya, EY ditangkap di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur, yang ditangkap pada Rabu (8/5/2019). Dari EY, polisi menyita dua bom pipa yang sudah jadi, pisau, serta bahan dan alat pembuat bom lainnya.
Selain EY, polisi juga menangkap anak buahnya yang berinisal YM di daerah Rawalumbu, Kota Bekasi, di hari yang sama. Polisi menyita barang bukti dari YM berupa laptop, telepon genggam, serta remote control pemicu bom.