JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta Bupati Talaud, Sulawesi Utara, Sri Wahyumi Maria Manalip, agar bersikap kooperatif.
Sri Wahyumi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penerima suap terkait revitalisasi pasar di Kepulauan Talaud.
"Saya minta kepada saudara Sri Wahyumi Bupati untuk kooperatif mengikuti jalannya proses hukum oleh KPK," kata Tjahjo saat ditemui di Ruang Perjamuan Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (2/5/2019).
Baca juga: Bupati Talaud Sri Wahyuni Ditangkap KPK, Anak-anak Tinggal di Kontrakan dan Suami Dirawat
Ia pun mengaku prihatin dan sedih ada kepala daerah lain yang terjerat kasus korupsi.
Kendati demikian, Tjahjo menyerahkan kasus tersebut kepada KPK untuk menangani dengan asas praduga tak bersalah.
"Kami sedih, kami prihatin ya, kami sudah menyerahkan kepada KPK sebagai aparat penegak hukum silakan diproses tetap menggunakan asas praduga tidak bersalah," ujarnya.
Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip ditangkap KPK pada Selasa (30/4/2019) siang. Kemudian, KPK menetapkan Sri sebagai tersangka.
Baca juga: Bupati Talaud Ditangkap KPK, Mendagri Prihatin dan Sedih
Sri Wahyumi diduga meminta fee sekitar 10 persen kepada kontraktor terkait dua proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud. Kedua pasar itu adalah Pasar Lirung dan Pasar Beo.
KPK juga menyebut, Sri menerima imbalan berupa barang mewah mulai jam tangan, tas, berlian, hingga uang tunai.
KPK menetapkan Sri Wahyumi, Benhur Lalenoh sebagai orang kepercayaan Bupati, dan seorang pengusaha Bernard Hanafi Kalalo sebagai tersangka.
Baca juga: KPK: Bupati Talaud Tak Mau Dibelikan Tas yang Sama dengan Pejabat Perempuan Lain
Dua nama pertama ditetapkan sebaga tersangka penerima suap, sementara Bernard sebagai pemberi.
Sri Wahyumi dan Benhur disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 hurut b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara Bernard disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.