JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Populi Center Afrimadona mengatakan, tujuan efisiensi dari gagasan pemilu serentak justru menciptakan ongkos politik dan ekonomi yang besar. Hal itu disampaikannya dalam acara diskusi "Evaluasi Pemilu 2019 Serentak" di Kantor Populi Center, Kamis (2/5/2019).
"Gagasan-gagasan ini justru berujung pada semakin mahal ongkos politik maupun ongkos ekonomi. Kalau kita perhatikan, ekonomi yang mencapai Rp 25 triliun, itu angka yang sangat besar sekali," kata Afri saat ditemui wartawan di Kantor Populi Center, Kamis (2/5/2019).
Baca juga: Tiga Hal yang Perlu Dievaluasi dari Pemilu Serentak Menurut Akademisi
Afri mengatakan, kompleksitas dari masalah-masalah pemilu serentak tidak terantisipasi dalam undang-undang tentang Pemilu.
Ia memberikan contoh masalah Sumber Daya Manusia (SDM) pemilu yang tidak terantisipasi dengan ongkos politik dan sosial sehingga berimbas pada banyaknya anggota KPPS kelelahan di lapangan.
"Dengan kompleksitas pemilihan seperti ini, kemudian dengan jumlah KPPS yang beragam sehingga membuat para petugas-petugas ini kewalahan di lapangan," tuturnya.
Baca juga: KPU: Desain Pemilu Serentak 2019 Cukup Berat
Selanjutnya, Afri mengatakan, rentang kampanye yang panjang membuat para kandidat di Pilpres 2019 menggelontorkan dana yang besar, sehingga menguntungkan pihak yang memiliki dana kampanye yang kuat.
"Pada akhirnya akan bahwa ongkos politik yang besar pada akhirnya akan menguntungkan mereka yang memiliki modal yang kuat," pungkasnya.