JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menyebut, ada pihak-pihak di luar KPU yang menggalang dana untuk menyantuni penyelenggara pemilu ad hoc yang meninggal dunia dan sakit.
Penggalangan dana, kata Pramono, dilakukan oleh masyarakat sipil hingga pemerintah daerah.
"Misalnya, pemda, pemprov, maupun pemkab/pemkot ada juga yang sudah berinisiatif menyantuni penyelenggara pemilu di daerah masing masing. Ada juga kelompok masyarakat sipil," kata Pramono di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (30/4/2019).
Santunan dana yang digalang itu, kata Pramono, selanjutnya dikoordinasikan dengan KPU.
Baca juga: Pulang Paksa dari RS demi Pemilu, Ketua KPPS Gugur usai Pencoblosan
Koordinasi dilakukan untuk memastikan santunan terbagi secara merata kepada seluruh korban, baik yang meninggal maupun sakit.
"Jangan sampai di daerah daerah tertentu karena jaraknya dekat, pemdanya kooperatif, misalnya, santunannya jauh lebih besar. Kemudian daerah yang pemdanya, misalnya, tidak punya alokasi, pendataan sulit karena jaraknya jauh, santunannya kecil," ujar Pramono.
"Itu menjadi tidak adil bagi teman-teman di bawah," sambungnya.
Pramono mengatakan, santunan dana tersebut di luar dari santunan yang akan diberikan KPU. Santunan dari KPU sudah disetujui Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Menteri Keuangan telah menyetujui usulan KPU untuk memberikan santunan bagi penyelenggara pemilu yg mengalami kecelakaan kerja selama bertugas dalam Pemilu 2019," kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik saat dikonfirmasi, Senin (29/4/2019).
Baca juga: Lagi, Satu Orang Petugas KPPS Jaktim Meninggal Dunia
Besaran santunan menjadi empat. Pertama, santunan bagi anggota KPPS yang meninggal dunia adalah sebesar Rp 36 juta, selanjutnya santunan bagi anggota KPPS cacat permanen Rp 36 juta.
Besaran santunan untuk anggota KPPS yang luka berat Rp 16,5 juta, dan untuk anggota KPPS yang luka sedang sebesar Rp 8,25 juta.