JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri menuturkan, proses pemecatan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terjerat kasus korupsi terus dilakukan.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengungkapkan, sebanyak 1.372 ASN sudah dipecat dengan tidak hormat. Data tersebut per 26 April 2019.
"Sebanyak 1.372 PNS dikenai Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), terdiri dari PNS Provinsi sebanyak 241 dan PNS Kabupaten/Kota sebanyak 1131," ungkap dia melalui rilis, Sabtu (27/4/2019).
Baca juga: Mendagri Diminta Berikan Sanksi untuk Pejabat yang Lambat Pecat PNS Koruptor
Sementara, masih terdapat 1.124 ASN yang tersandung kasus korupsi tetapi belum dilakukan PTDH.
Jumlah tersebut terdiri dari 143 ASN di tingkat provinsi, dan 981 ASN lainnya di tingkat kabupaten/kota.
Bahtiar menuturkan, para kepala daerah memiliki waktu paling lambat 30 April 2019 untuk melakukan pemecatan terhadap PNS yang telah memiliki keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Baca juga: Sebanyak 800.000 Orang Tanda Tangan Petisi Pecat PNS Koruptor yang Masih Digaji
Hal itu menyusul putusan MK yang mempertegas bahwa PNS koruptor yang telah memiliki keputusan inkrah harus dipecat.
Ia menilai, putusan tersebut tidak bertentangan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) perihal percepatan pemecatan ASN koruptor dengan keputusan inkrah.
"SKB tersebut sejalan dengan putusan MK dan Kepala Daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian diberi batas waktu melaksanakan putusan tersebut paling lambat tangga 30 April 2019," ungkapnya.
Putusan MK yang bernomor 87/PUU-XVI/2018 tersebut diajukan oleh PNS Pemerintah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Hendrik.
Hendrik telah menjalani hukuman 1 satu penjara atas tindak pidana korupsi yang dilakukannya dan kembali bertugas.
Baca juga: MA Diminta Proaktif Dukung Percepatan Pemecatan PNS Koruptor
Ia merasa resah dengan SKB tersebut karena takut dapat diberhentikan dengan tidak hormat suatu waktu.
Hendrik pun menggugat Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
MK berpendapat bahwa pemberhentian dengan tidak hormat adalah hal yang wajar mengingat ASN tersebut sudah melanggar aturan.
Baca juga: Kemendagri Buat Permen, Sekda Bakal Dipecat jika Lambat Pecat PNS Koruptor
"Seorang PNS yang melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 adalah wajar dan beralasan menurut hukum jika yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat, sebagaimana diatur dalam Pasal 87 ayat (4) huruf a," seperti dikutip dari putusan MK.
Pasal tersebut berbunyi "PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945".
Baca juga: ICW: Landasan Pemecatan PNS Koruptor itu Hukum, Bukan Relasi Keluarga
Sementara itu, hakim memutuskan mengabulkan sebagian permohonan pemohon, perihal frasa “dan/atau pidana umum” dalam Pasal 87 ayat (4) huruf b UU ASN.
Pasal itu berbunyi, "dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum".
Menurut MK, frasa tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan membuka peluang terjadinya pemberian hukuman yang berbeda atas pelanggaran yang sama.