KOMPAS.com - Sebuah tangkapan layar yang diambil dari media sosial menjadi viral karena dianggap memperlihatkan perilaku "ajaib" salah satu pendukung pasangan calon dalam Pemilu Presiden 2019.
Sejumlah pendukung pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, diketahui ada yang mengungkapkan ketidakpuasan atas kekalahan suara petahana itu di wilayah Sumatera Barat.
Mereka mengekspresikan ketidakpuasan ini dengan rencana pemboikotan makanan khas Minang, yakni nasi Padang.
"Jadi malas makan di rumah makan Padang, kayaknya rakyat yang harus membalas, bangkrutkan semua rumah makan Padang," tulis seorang pengguna Facebook, SA.
Kemudian, tulisan itu dibalas oleh TH, yang sepakat dengan usulan SA.
"Ide bagus nih. Gimana supaya bisa buat gerakan anti makan masakan Padang ya. Biar tahu rasa mereka. Sudah dikasih banyak sama Pakdhe (Jokowi) masih juga balasannya nyakitin Pakdhe. Gila emang!" tulis TH.
Sontak, hasil tangkapan layar dari percakapan mereka diunggah di media sosial lain dan banyak ditanggapi warganet lainnya.
Baca juga: Viral Ajakan Pendukung Boikot Masakan Padang, Ini Kata TKN Jokowi-Maruf
Menanggapi hal ini, sosiolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, Prof Dr Bagong Suyanto memaparkan bahwa tindakan rencana pemboikotan ini termasuk tindakan yang reaksioner.
"Saya kira itu tindakan yang reaksioner, terbawa suasana pilpres yang membuat masyarakat gampang terbelah," ujar Bagong saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (24/4/2019).
Menurut dia, tindakan rencana pemboikotan ini bukan didorong oleh rasa kekecewaan dari pendukung Jokowi-Ma'ruf.
Bagong menyimpulkan bahwa sikap reaktif ini cenderung sebagai ekspresi solidaritas dengan teman. Ada kemungkinan juga tanggapan itu sekadar guyonan.
"Saya kira bukan ekspresi kekecewaan, tapi ekspresi solidaritas. Bahkan sekedar lucu-lucuan saja," ujar Bagong.
Baca juga: Marak Aksi Boikot Produk Bernuansa Politik, Ini Kata Sosiolog...
Selain itu, sikap solidaritas ini dinilai karena para pendukung Jokowi mau menunjukkan sikapnya membela Jokowi, tetapi bukan hal yang serius dilakukan.
"Ajakan boikot saya kira tidak akan dilakukan di luar situasi pilpres. Saya kok melihatnya hanya ekspresi-ekspresi spontan yang tidak serius, lebih sebagai discourse (wacana) daripada gerakan riil," ujar Bagong.
Bagong menyampaikan, apabila pemboikotan ini tidak terlaksana maka hal itu wajar saja sebab tak didorong oleh faktor yang substansial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.