KLAIM kemenangan Pilpres menjadi topik yang hangat belakangan ini. Dasar klaim adalah dua cara penghitungan yang berbeda: hitung cepat (quick count) dan hitung nyata (real count) versi internal kandidat.
Sementara, penghitungan manual KPU masih berjalan. Apa perbedaan hitung cepat dan hitung nyata di lapangan?
Aiman membuka tabir kedua penghitungan.
Metode hitung cepat lazim digunakan dalam sejumlah pemilu dan pilkada di Indonesia untuk melihat potret hasil pemungutan suara. Meski begitu, hasil kemenangan resmi tetap diputuskan berdasarkan penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sabtu (20/4/2019) lalu, sejumlah lembaga survei membuka data mereka dalam melakukan hitung cepat setelah dituding melakukan kebohongan oleh Capres 02 Prabowo Subianto saat orasi ke para pendukungnya di kediaman pribadi di Jalan Kertanegara, Jakarta, Jumat (19/4/2019).
"Hei tukang bohong, rakyat tidak percaya sama kalian. Mungkin kalian harus pindah ke negara lain. Mungkin kau bisa pindah ke Antartika... Mungkin kalian tukang bohong lembaga survei, bisa bohongi penguin-penguin di Antartika. Indonesia sudah tidak mau dengar kamu lagi," kata Prabowo.
Menanggapi hal ini, sehari kemudian, sejumlah lembaga survei yang tergabung dalam Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) buka-bukaan.
Sejumlah lembaga survei tersebut antara lain Indo Barometer, Charta Politika, Indikator Politik Indonesia, Poltracking, LSI Denny JA, Cyrus Network, CSIS, Populi Center, dan SMRC.
Mereka membuka data penelitian mereka sembari menantang kubu BPN Prabowo-Sandi untuk membuka data internal mereka yang menyebut kemenangan Prabowo sebanyak 62 persen dari penghitungan 320 ribu TPS.
Polemik ini pun masih bergulir hingga kolom ini muncul.
"Saya tidak mengerti mengapa politisi ini anti-science padahal kita ingin ke depan Indonesia maju seperti negara lain. Kalau menolak hasil dari proses yang ilmiah Ini, apakah kita sedang bunuh ilmu pengetahuan?" kata Ketua Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Hamdi Muluk, Sabtu.
Lalu bagaimana proses penghitungan saat ini? Saya mencoba mengurainya.
KPU melakukan jenis penghitungan nyata dari formulir model C1 dan C1 Plano. Formulir Model C1-Plano terdiri terpisah, antara setiap hasil penghitungan kertas suara.
Misalnya untuk Pemilihan Presiden, hasil penghitungan suara di sebuah Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditulis menggunakan formulir model C1 Plano-PPWP atau hasil rekapitulasi penghitungan suara total Pemilu Presiden dan Legislatif.
Sementara Formulir C1 adalah catatan hasil penghitungan suara total dari seluruh jenis kertas suara. Jadi angka perolehan Pilpres, DPR, DPRD, dan DPD, ada di formulir model C1 ini.