JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengakui bahwa Pemilu 2019 bertensi tinggi dan menegangkan. Sebab, pemilihan ini berlangsung secara serentak dan memiliki sistem yang rumit.
Selain itu, tahapan kampanye yang panjang juga memunculkan dampak negatif tersendiri. Dampak itu seperti maraknya ujaran kebencian, hoaks, saling tuding hingga saling menanggapi secara emosional.
"Dan ada pengelompokan dua kubu dan seakan menegaskan polarisasi yang terjadi pada tahun 2014. Sehingga Pemilu sekarang ini dirasakan sangat menegangkan," kata Jimly di Hotel Luwansa, Jakarta, Selasa (16/4/2019) malam.
Meski menegangkan, Jimly yakin pesta demokrasi ini akan tetap mengasyikkan. Oleh karena itu ia berharap peserta Pemilu dan pemilih untuk menikmati proses pemilihan ini.
Jimly yakin seluruh pihak sudah banyak belajar dari pengalaman-pengalaman kontestasi politik sebelumnya.
"Kita yakin pemilu 2019 ini dengan segala ketegangannya itu asyik juga itu. Itu akan memberikan pendidikan dan pematangan demokrasi kita ke depan," kata dia.
Baca juga: Akbar Tandjung Ingatkan Pentingnya Persatuan dan Kebersamaan di Pemilu 2019
Oleh karena itu, Jimly ingin praktik saling serang dikesampingkan. Ia khawatir, jika dibiarkan, sikap seperti ini akan semakin mempertajam potensi konflik.
"Bahkan, tokoh-tokoh yang sudah mengerti masalah pun terjebak hitam putih seolah-olah pemilihan umum ini hanya Pilpres. Padahal kan jangan hanya lihat 01 dan 02. Kan ada lima kertas kan. itu agendanya berbeda-beda," kata dia.
Misalnya, kata Jimly, seseorang akan memilih calon legislatif tertentu apabila yang bersangkutan berafiliasi atau mendukung pasangan capres-cawapres tertentu.
Menurut dia, situasi ini tidak sehat dalam proses pemilihan. Sebab, terkesan ada pengelompokan yang cukup kuat.
Baca juga: TPS Unik Bertema Pemilu Nusantara di Depok Menarik Perhatian Kapolda Metro Jaya
"Misalnya DPD ya, kan non partai, tidak boleh dikaitkan, diafiliasikan dengan partai tertentu ataupun capres tertentu. Dia harus dikonstruksi sebagai institusi berdiri sendiri. Tapi gara-gara ini serentak, nah ini dicari-cari. Wah calon ini kelompok ini, golongan sana, golongan sini. Nah ini menandakan masih belum reda," kata Jimly.
Ia meminta semua pihak untuk membangun momen rekonsiliasi pasca-pemilu. Caranya, dengan menghentikan segala bentuk serangan antar individu atau kelompok yang berbeda pilihan.
"Supaya kita mudah rekonsiliasi nanti pasca pemilihan umum, jadi 17 April diharapkan sudah tenang semuanya seperti kebiasaan di negara kita setiap hari H pemilihan umum selalu tenang tidak ada masalah," ujar Jimly.