Oleh Sunanto*
RABU 17 April 2019, segenap warga negara Indonesia akan melaksanakan pemilihan umum (pemilu). Kita mengenal Pemilu sebagai hajatan nasional terbesar dan menjadi bagian dari proses demokratisasi terpenting bagi bangsa Indonesia.
Setiap warga negara harus menggunakan hak pilihnya dan menununjukkan kepedulian dalam menentukan arah perjalanan bangsa lima tahun yang akan datang.
Setiap warga negara wajib mengambil peran dengan cara berpartisipasi secara aktif dengan cara mendatangi tempat-tempat pemungutan suara untuk memilih pemimpin bangsa, baik pemimpin eksekutif maupun pemimpin legistlatif atau para wakil rakyat yang akan duduk sebagai anggota dewan.
Tidak dapat dihindari bahwa proses demokratisasi di mana pun selalu terkait dan dipengaruhi oleh kepemimpinan.
Baca juga: Pertanyaan Seputar Pemilu 2019 dan Jawabannya
Penegasan bahwa kepemimpinan sangat mempengaruhi proses demokratisasi bukan tanpa alasan. Karena dalam proses pengelolaan negara demokrasi kebijakan-kebijakan politik dan kebijakan yang menyangkut ke segenap perundang-undangan akan dilakukan mereka yang terpilih sebagai pemimpin dan orang-orang yang duduk dalam lembaga perwakilan.
Di mana-mana kepemimpinan ini selalu menjadi persoalan yang paling menarik dan banyak diperebutkan, terlebih di negara-negara yang sedang mengalami masa transisi menuju demokrasi.
Persoalannya adalah kepemimpinan semacam apakah yang dapat mengantarkan dan menjamin tegaknya tatanan negara dan masyarakat yang demokratis?
Di sinilah letak pentingnya untuk terus saling mengingatkan tentang pemahaman hakikat dan fungsi kepemimpinan tersebut.
Bila para pemimpin atau orang yang diamanati untuk memimpin rakyat dan menjadi penyambung lidah rakyat salah dan sewenang-wenang memahami kepemimpinan, maka akan berakibat fatal bagi proses penegakan nilai-nilai demokrasi yang dicita-citakan.
Oleh karena itu untuk mendapat pemimpin yang demokratis dan berpihak kepada rakyat harus dimulai dari merubah cara pandang (mindset) mengenai hakikat kepemimpinan itu sendiri.
Agaknya, di masyarakat pada umumnya masih kuat cara pandang bahwa pemimpin itu sama dengan penguasa. Kepemimpinan dimaknai sebagai kekuasaan.
Baca juga: CEK FAKTA: Bawa E-KTP, Bisa Ikut Pemilu di Mana Pun?
Sehingga setiap pemilu diselenggarakan yang terlihat adalah bagaimana para calon pemimpin dan caleg itu memperoleh jabatan untuk berkuasan.
Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan, mulai dari korupsi, money politics, curang, mencemooh dan merendahkan orang lain, menyebar hoaks semata-mata untuk mendapatkan kekuasaan.
Kekuasaan selalu dilihat sebagai sesuatu yang luar biasa, dan dengan kekuasaan itu dapat mengatur rakyat sesuai dengan kehendaknya.