JAKARTA, KOMPAS.com - Pemantau pemilu Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menemukan 35 kasus dugaan praktik politik uang di 11 provinsi selama masa tenang. Pemantauan dilakukan oleh 85.000 relawan JPPR di 15 provinsi.
"JPPR menemukan adanya dugaan pelanggaran praktik politik uang di 11 provinsi, 27 kabupaten/kota, 33 kecamatan, total temuan JPPR terdapat 35 dugaan pelanggaran praktik politik uang," ungkap Koordinator Nasional Seknas JPPR, Alwan Ola Riantoby, melalui keterangan tertulis, Selasa (16/4/2019).
Salah satu temuan tim JPPR adalah di Aceh Selatan. Di Labuhan Haji, Aceh Selatan, JPPR menemukan dugaan praktik politik uang dengan nominal sebesar Rp 100.000. Ada pula yang memberikan barang seperti kain sarung dan sembako.
Baca juga: Polisi: Penangkapan Pria di Posko M Taufik Ini Peringatan, Jangan Coba-coba Politik Uang
Pemberinya, seperti tertuang dalam laporan tersebut, diduga semua partai politik, baik lokal maupun nasional.
Kemudian, untuk wilayah Bengkulu, JPPR menemukan praktik politik uang dengan nominal terbesar yaitu Rp 200.000. Praktik itu terjadi di Kota Manna, Bengkulu Selatan.
Untuk wilayah Jawa Barat, beberapa daerah ditemukannya praktik politik uang adalah Kabupaten Bekasi, Garut, dan Sukabumi.
Di wilayah Jawa Tengah, nominal uang yang ditemukan berkisar Rp 10.000 sampai Rp 40.000, dengan pemberian barang seperti kerudung.
Temuan praktik serupa paling banyak di Jawa Timur. Jumlah uang yang diberikan berkisar Rp 20.000 sampai Rp 100.000. Selain uang, pemilih juga diberikan stiker, kalender, dan kaos.
Di Jawa Timur, tepatnya di Pasarejo, Banyuwangi, JPPR menemukan modus kepala desa yang diduga membagikan uang karena anaknya maju sebagai caleg.
Di Sulawesi Barat, uang yang beredar sekitar Rp 100.000 hingga Rp 150.000. Bahkan, ada pula yang memberikan barang berupa rebana kepada warga.
Selain itu, JPPR juga menemukan praktik politik uang di Banten, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan.
Alwan menilai, masih banyaknya praktik tersebut berkontradiksi dengan kampanye anti-politik uang yang selama ini digaungkan penyelenggara pemilu.
Sayangnya, Alwan mengatakan, penyelenggara pemilu belum menunjukkan langkah penanganan secara strategis.
Baca juga: Bawaslu Temukan 25 Kasus Praktik Politik Uang Selama Masa Tenang
"Berbagai mitigasi atas persoalan tersebut telah disampaikan oleh banyak pihak termasuk koalisi NGO kepada penyelenggara pemilu, jauh sebelum tahapan masa tenang dan hari pemungutan suara," ujarnya.
"Akan tetapi, sampai dengan saat ini publik belum melihat adanya upaya strategis dari penyelenggara pemilu, khususnya Bawaslu dalam menangani persoalan politik uang," sambung dia.