JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus penyerangan fisik terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, genap 2 tahun berlalu.
Pada 11 April 2017, wajah Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal seusai menjalankan shalat subuh di masjid dekat kediamannya.
Namun, hingga saat ini belum ada satu pun orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Penyelesaian kasus yang tergolong tindak pidana umum itu terkesan mengalami kebuntuan.
Momentum 2 tahun ini digunakan Wadah Pegawai KPK dan koalisi masyarakat sipil untuk memperingati kasus penyerangan terhadap Novel.
Baca juga: Novel kepada Kedua Capres: Upaya Pemberantasan Korupsi Mau seperti Apa?
Lebih spesifik, peringatan ini untuk mendesak presiden dan pemerintah terkait penuntasan kasus tersebut.
"Mari berkumpul di KPK untuk mendukung presiden berani membentuk TGPF independen, agar teror terhadap KPK berhenti dan teror sebelumnya tertangkap siapa pelakunya," ujar Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Kamis (11/4/2019).
Rangkaian acara ini diawali dengan aksi bersama yang dimeriahkan dengan penampilan musik, mimbar bebas dan orasi dari berbagai elemen masyarakat.
Kegiatan ini juga akan diikuti gerakan mahasiswa, aktivis buruh, termasuk deklarasi anti teror terhadap pemberantasan korupsi oleh sejumlah tokoh.
Baca juga: Kasus Tak Kunjung Tuntas, Prabowo Sampaikan Pesan untuk Novel Baswedan
Pada malam hari, acara dilanjutkan dengan dialog budaya untuk mendorong penuntasan kasus Novel yang dipimpin oleh Cak Nun bersama Novel Baswedan.
Acara juga diisi dengan penampilan musikalisasi puisi oleh Najwa Shihab.
Pada hari yang sama, rangkaian aksi dilakukan ke berbagai daerah, termausk Aksi Kamisan yang digelar di depan Istana Negara pada pukul 16.00 WIB.
Menurut Yudi, aksi ini didukung oleh berbagai elemen tanpa mempersoalkan afiliasi terhadap pilihan presiden, karena memang aksi ini bukan untuk tujuan politik tertentu.
"Bahwa pemberantasan korupsi merupakan impian seluruh rakyat negeri ini, sebab rakyat sudah muak dengan pejabat pejabatnya yang korup dan merampas uang rakyat untuk kekayaan pribadi," kata Yudi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.