Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Ungkap Modus Baru Agen TKI yang Ingin Menghindar dari Proses Hukum

Kompas.com - 10/04/2019, 06:17 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi mengungkapkan modus baru para agen penyalur Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ingin menghindari kasus hukum di Tanah Air perihal pekerja yang bermasalah.

"Ada modus operandi yang dilakukan oleh agen-agen yang takut kasus pekerja migran yang dibawa ke luar negeri datang ke sini kemudian melapor," kata Direktur Tipidum Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak saat konferensi pers di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (9/4/2019).

Modus itu adalah para agen langsung menjemput pekerjanya saat kembali ke Indonesia, setelah pekerja itu melaporkan masalahnya kepada pihak Kedutaan Besar RI setempat.

Baca juga: Jaringan Perdagangan Orang Maroko, Arab Saudi, Turki, dan Suriah Raup Miliaran Rupiah

Setelah dijemput, korban akan dibujuk untuk tidak melaporkan kasusnya kepada pihak kepolisian. Namun, para korban diterbangkan kembali untuk menjadi TKI.

"Tujuannya supaya korban ini langsung dibujuk, dikasih duit sedemikian rupa dibujuk supaya tidak melapor ke polisi," ungkapnya.

Hal itu terungkap saat polisi mendalami kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan jaringan Maroko, Suriah, Arab Saudi, dan Turki.

Baca juga: Modus Perdagangan Orang Jaringan Timur Tengah, Dijanjikan Rp 1,5 Juta-Rp 7 Juta

Herry menuturkan salah seorang korban dari jaringan Suriah berinisial EH mengalami hal tersebut.

"Ada modus yang terjadi pada EH tadi. Karena dia sudah balik ke Indonesia, kemudian diberangkatkan lagi oleh agen yang sama," tutur dia.

Sejauh ini, polisi sudah menangkap 8 tersangka selama bulan Maret 2019. Total korban secara keseluruhan berjumlah sekitar 1.200 orang.

Baca juga: Sekitar 1.200 Orang Jadi Korban Perdagangan Orang ke Maroko, Suriah, Arab Saudi, dan Turki

Pelaku mengiming-imingi korbannya dengan pekerjaan sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) di luar negeri disertai nominal gaji tertentu.

Untuk jaringan Suriah, satu tersangka dengan inisial Muhammad Abdul Halim Herlangga alias Erlangga ditangkap di Tangerang.

Sejak tahun 2014, Erlangga sudah mengirim dan merekrut sebanyak 300 orang.

Baca juga: Polisi Ungkap Jaringan Perdagangan Orang ke Maroko, Suriah, Arab Saudi, dan Turki

Para tersangka dikenakan pasal berlapis, yaitu Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan Pasal 81 dan Pasal 86 Huruf (B) UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun.

Kemudian, mereka juga dijerat dengan Pasal 102 ayat (1) huruf B Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri dengan ancaman maksimal 10 tahun.

Kompas TV Penggeledahan dilakukan setelah petugas melakukan penangkapan terhadap dua orang tersangka, yang bertugas sebagai sponsor dan penampung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com