JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala biro pembinaan dan operasional Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Nico Afinta mengungkapkan, pihaknya menerima 554 laporan yang masuk terkait pelanggaran pemilu di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Dari jumlah itu, sebanyak 442 tidak dikategorikan sebagai pidana pemilu dan 132 sisanya masuk dalam tindak pidana pemilu.
"Sebanyak 132 adalah tindak pidana pemilu yang kini diteruskan ke Polri," ujar Nico dalam sebuah diskusi bertajuk "Mengawal Integritas Pemilu" di Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2019).
Baca juga: Survei Charta Politika: 45,6 Persen Responden Maklumi Politik Uang
Nico menjelaskan, 104 dari 132 laporan tindak pidana pemilu saat ini sedang diproses dan berada di tahap dua, atau berkas penyelidikan sudah lengkap dan siap untuk dibawa ke persidangan.
Dari 132 kasus yang kini ditangani, lanjutnya, didominasi oleh dugaan politik uang sebanyak 31 perkara, lalu 10 perkara mengenai kampanye di luar jadwal, dan sisanya terkait perkara lain seperti alat peraga kampanye (APK).
"Politik uang ada 31 perkara, itu terjadi di Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Semarang, dan beberapa wilayah di Indonesia bagian barat dan timur. Proses 31 perkara itu sudah P21 atau berkasnya sudah lengkap tinggal menunggu sidang," jelasnya.
Baca juga: PPATK Temukan Caleg yang Diduga Lakukan Politik Uang dengan Modus Asuransi Kecelakaan
Dia menuturkan bahwa 31 perkara politik uang masih dilakukan para calon legislatif dengan modus konvensional, yaitu membagi-bagikan uang ke masyarakat. Adapun nominal uang bervariasi.
Menjelang pelaksanaan Pemilu yang akan digelar 17 April 2019, seperti diungkapkan Nico, Polri juga akan fokus pada dana kampanye yang disalahgunakan caleg. Masyarakat juga diimbau aktif melaporkan kepada aparat jika melihat caleg melakukan politik uang.
"Masyarakat juga diminta menjadi saksi. Kita juga akan menfaatkan teknologi digital dengan mencari dan melacak rekaman atau video terkait pelanggaran tindak pidana pemilu," ucap Nico.