Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Pengamat Menyayangkan Pernyataan Amien Rais yang Dianggap Menebar Ketakutan

Kompas.com - 04/04/2019, 18:12 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengamat politik menyayangkan pernyataan Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Amien Rais, yang menyebutkan penggunaan people power jika terjadi kecurangan pada Pemilu 2019.

Pernyataan Amien dinilai kontradiktif dengan sistem demokrasi dan dianggap menebar ketakutan.

"Kami sangat menyayangkan statement Pak Amien Rais. Kalau disebut kebodohan memang kebodohan, menebar politik ketakutan, ini yang disebut kontra-demokrasi," kata Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo dalam sebuah diskusi di Kantor Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Jakarta Timur, Kamis (4/4/2019).

Baca juga: Jokowi: Amien Rais Jangan Menakut-nakuti, Ini Pesta Demokrasi

Senada dengan Ari, Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai, ancaman people power dari Amien Rais bisa menyebabkan pemilih menjadi takut untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Yang saya khawatirkan itu punya implikasi psikologis kepada pemilih. Ini yang mulai kita dengar rasa takut untuk datang ke TPS, untuk menggunakan hak pilihnya karena khawatir kemudian mereka akan diintimidasi. Kemudian akan terjadi apa yang disebut people power itu," ujar Ray.

Selain berlebihan, pernyataan Amien Rais juga dinilai sebagai upaya menggerakkan massa yang bertujuan untuk kepentingan politik atau kekuasaan.

Baca juga: Amien Rais Ingin People Power, Maruf Amin Sebut Jangan Tiru Negara Lain

Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah David Krisna Alka mengatakan, people power berpotensi merusak demokrasi. Sebab, hak politik ditekan oleh ancaman tersebut.

"Ini mungkin kefrustrasian politik Beliau (Amien Rais) sebagai bapak reformasi bisa jadi seperti itu. Karena dia merekam suara politik rakyat, mengkhianati alat demokrasi karena menekan kebebasan masyarakat untuk memilih," ujar David.

Para pengamat menilai, pengerahan massa dilakukan jika suatu negara tak punya lembaga hukum yang bisa memfasilitasi sengketa pemilu. Hal ini tidak terjadi di Indonesia yang memiliki Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai saluran sengketa proses pemilu.

Selain itu, ada pula Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi saluran untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu.

Baca juga: MK Sebut Pernyataan Amien Rais Menghina Lembaga Hukum

Bahkan, jika terjadi dugaan pelanggaran etik, penyelenggara pemilu bisa dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"People power kalau secara legitimasi legal dan etik bisa dibenarkan kalau menemui jalan buntu. Hari ini sistem demokrasi sudah baik, sudah ada lembaga yg menjaga itu, ada MK, Bawaslu, lembaga ini bisa legal (memproses sengketa) dan melalui jalur-jalur hukum," kata Ari.

Sebelumnya, Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Amien Rais, menyebutkan, tak akan membawa sengketa hasil pemilu ke MK jika menemukan potensi kecurangan pemilih. Ia mengancam menggunakan people power.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Iklan Kampanye Pemilu 2019

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Nasional
Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Nasional
Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Nasional
Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi 'Online' di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi "Online" di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Nasional
Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Nasional
OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi 'Online'

OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi "Online"

Nasional
Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Nasional
Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Nasional
Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi 'Online' Pekan Depan

Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi "Online" Pekan Depan

Nasional
Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com