SUKABUMI, KOMPAS.com — Calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin merasa heran dengan tudingan bahwa dirinya akan diganti oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok setelah ia terpilih di Pilpres 2019.
Ma'ruf mengatakan, masih banyak masyarakat yang memercayai isu tersebut. Ia pun membantah.
"Ada juga yang bilang nanti paling kalau sudah jadi juga diganti sama Ahok. Iya, ada yang bilang begitu, ya? Memangnya RT apa? Mengganti pejabat itu ada mekanismenya. Enggak sembarang aja," ujar Ma'ruf di sela-sela safari politiknya di Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (3/4/2019).
"Apa lagi Ahok. Ahok itu sudah kena hukuman. Masa jadi wakil presiden. Ente ada-ada aja lagi," lanjut Ma'ruf.
Baca juga: Jokowi: Fitnah Ahok Gantikan Maruf Tak Mendidik
Ma'ruf mengatakan, tudingan tersebut merupakan hoaks yang sengaja dibuat untuk mengacaukan pilihan masyarakat terhadap dirinya.
Selain itu, ia menilai, hoaks tersebut dimunculkan untuk membuat khawatir para pendukung capres petahana Joko Widodo.
Ma'ruf menyatakan, masyarakat tak perlu khawatir karena tudingan tersebut tidak benar dan tak berdasar.
Baca juga: Survei Indikator: Jokowi-Maruf 55,4 persen, Prabowo-Sandi 37,4 persen
"Ada yang bilang paling KH Ma'ruf Amin itu jadi alat saja. Saya bilang memangnya saya pacul apa? Kok alat. Itu menghina Pak Jokowi, menghina saya. Menghina Pak Jokowi berarti Pak Jokowi tidak punya niat yang baik," ujar Ma'ruf.
"Menghina saya berarti meremehkan saya. Saya Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Rais Aam PBNU. Masa jadi pacul," lanjut dia.
Salah satu syarat menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
Baca juga: Survei Indikator Tunjukkan Perubahan Suara Pemilih Islam dari Prabowo ke Jokowi
Ahok sudah divonis hukuman 2 tahun penjara atas kasus dugaan penodaan agama. Menurut majelis hakim, Ahok terbukti melanggar Pasal 156a KUHP.
Isi Pasal 156a KUHP adalah, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.