Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkeu Minta Pemda Rapikan Perizinan Terkait Pengelolaan Lahan

Kompas.com - 01/04/2019, 20:16 WIB
Christoforus Ristianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta pemerintah daerah untuk merapikan perizinan guna menghindari adanya tumpang tindih dengan perusahaan atau investor yang ingin mengelola lahan di Indonesia.

Hal itu diungkapkan Sri menyusul putusan arbitrase dalam perkara gugatan arbitrase yang diajukan oleh Indian Metal Ferro & Alloys Limited (IMFA) yang dimenangkan oleh pemerintah Indonesia.

"Ini suatu perkara di mana pemerintah Indonesia akan tetap menjaga tata kelola dan terhadap pemerintah daerah ini karena terjadinya tumpang tindih dari perizinan yang menjadi sumber dari persoalan awal perkara ini," ujar Sri di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (1/4/2019).

Gugatan yang diajukan IMFA terhadap pemerintah RI tersebut perihal adanya tumpang tindih Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimilili PT SRI dengan tujuh perusahaan lain akibat adanya permasalahan batas wilayah yang tidak jelas.

Baca juga: Kelapa Sawit Masih Andalan, Pengelolaan Lahan Harus Jadi Perhatian

Dengan adanya tumpang tindih IUP tersebut, IMFA mengklaim bahwa Pemerintah RI telah melanggar BIT India-Indonesia dan mengklaim Pemerintah RI untuk mengganti kerugian kepada IMFA sebesar US $ 469 juta atau sekitar Rp 6,68 triliun.

Sri berharap pemerintah daerah bekerja sama dengan kementerian energi dan sumber daya mineral untuk terus merapikan perizinan sehingga bisa mencegah kasus-kasus serupa.

"Kasus-kasus seperti ini di mana ada suatu lahan yang dimiliki oleh tujuh pihak untuk melakukan pengeksplorasian pertambangan di Indonesia. Ini yang perlu kita hindari pada masa-masa yang akan datang," ungkapnya kemudian.

Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan menangnya pemerintah RI dalam gugatan arbitrase tersebut sudah menyelamatkan uang negara sebesar US$ 469 juta atau sekitar Rp 6,68 triliun.

Putusan yang dikeluarkan pada Jumat (29/3/2019) tersebut telah menolak gugatan yang diajukan oleh IMFA sehingga telah memenangkan posisi pemerintah RI. Bahkan, IMFA dihukum untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan selama proses arbitrase kepada Pemerintah RI sebesar US$ 2,97 juta dan GBP 361,247.23.

"Majelis Arbiter dalam putusannya telah menerima bantahan pemerintah RI mengenai temporal objection yang pada pokoknya menyatakan bahwa permasalahan tumpang tindih maupun permasalahan batas wilayah merupakan permasalahan yang telah terjadi sebelum IMFA masuk sebagai investor di Indonesia," ungkapnya kemudian.

"Sehingga dalam hal IMFA melakukan due diligence dengan benar maka permasalahan dimaksud akan diketahui oleh IMFA. Oleh karenanya Pemerintah RI, sebagai negara tuan rumah, tidak dapat disalahkan atas kelalaian investor itu sendiri," sambungnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com