JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konsititusi (MK) membacakan putusan gugatan uji materi terhadap sejumlah pasal di Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, Kamis (28/3/2019).
Salah satu perkara yang disidangkan bernomor 20/PUU-XVII/2019, yang diajukan oleh tujuh pemohon.
Ketujuh pemohon tersebut adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
Baca juga: Putusan MK soal Suket dan E-KTP Bisa Dipakai Nyoblos Dinilai Adil dan Progresif
Kemudian, terdapat pula dua orang warga binaan di Lapas Tangerang, yaitu Augus Hendy dan A. Murogi bin Sabar, serta dua karyawan, Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno.
Berikut rangkuman putusan MK seperti dihimpun Kompas.com:
1. Suket diperbolehkan untuk mencoblos
Pertama, uji materi terhadap Pasal 348 ayat (9) UU Pemilu terkait penggunaan e-KTP untuk memilih.
Menurut pemohon, pasal itu membuat pemilih yang tidak memiliki e-KTP dengan jumlah sekitar 4 juta orang berpotensi kehilangan suara.
Baca juga: Dampak Putusan MK, Kemendagri Perintahkan Dukcapil Daerah Tetap Rekam E-KTP di Hari Libur
Kemudian, MK memutuskan bagi mereka yang belum memiliki e-KTP, dapat menggunakan surat keterangan (suket) perekaman untuk mencoblos.
"Sepanjang tidak dimaknai 'termasuk pula surat keterangan perekaman kartu tanda penduduk elektronik yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil atau instansi lain yang sejenisnya yang memiliki kewenangan untuk itu'," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis.
Dalam pertimbangannya, MK mengatakan bahwa e-KTP merupakan identitas resmi yang wajib dimiliki Warga Negara Indonesia (WNI). Oleh karena itu, e-KTP menjadi syarat minimal untuk mencoblos.
Baca juga: KPU Harap Tak Ada Lagi Perdebatan Pasca MK Membolehkan Penggunaan Suket
MK juga menyadari belum semua WNI memiliki e-KTP meski sudah memiliki hak pilih. Sehingga, MK memperbolehkan penggunaan surat keterangan perekaman e-KTP demi menjamin terakomodasinya hak pilih masyarakat.
2. Pemilih tertentu diperbolehkan pindah memilih paling lambat 7 hari sebelum pencoblosan
MK memutuskan bahwa pemilih yang ingin pindah memilih dapat mengajukannya paling lambat tujuh hari sebelum pencoblosan.
Namun, ketentuan tersebut hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus, seperti sakit, tertimpa bencana, hingga menjalankan tugas.
Baca juga: Putusan MK: Pemilih Dapat Ajukan Pindah TPS 7 Hari Sebelum Pencoblosan