JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga jengah karena disebut-sebut mendelegitimasi penyelenggara pemilu.
Hal ini terkait langkah BPN melaporkan temuan daftar pemilih tetap (DPT) tak wajar kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menurut BPN, jumlahnya mencapai 17,5 juta pemilih.
Dalam rapat Komisi II di DPR, Rabu (13/3/2019), masalah ini kembali dibawa oleh Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria yang juga Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga.
Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu Abhan, dan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif ada dalam rapat itu.
Riza meminta semua pihak memahami bahwa temuan DPT tak wajar ini bukan bermaksud menunjuk kesalahan penyelenggara pemilu.
"Kalau kita bicara DPT, tolong dipahami bukan berarti ini ada masalah pada pemerintah atau KPU atau Bawaslu. Kalau ada temuan-temuan terhadap DPT, itu adalah masalah kita semua," ujar Riza di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Baca juga: Temuan DPT Tak Wajar: Ribuan Orang di Satu KK Hingga Pemilih yang Belum Lahir
"Saya ingin mengajak konstruksi berpikir kita positif karena masalah data ini masalah penting dan dari tahun ke tahun. Bukan persoalan pemerintah saat ini saja, tapi persoalan sejak kita merdeka," tambah dia.
Riza mengatakan, sebelumnya BPN juga pernah menyampaikan temuan 25 juta DPT ganda kepada KPU.
Sejak itu, kata Riza, KPU lebih berhati-hati dan penyisiran DPT dilakukan bersama. Hasilnya, ada DPT ganda yang berhasil disisir.
Artinya, kata Riza, laporan atas temuan ini membuahkan hasil.
Riza juga mengapresiasi KPU yang begitu terbuka atas berbagai laporan. KPU juga tidak arogan dan bersedia dikoreksi.
Dia berharap, hal yang sama dilakukan pada temuan DPT tak wajar ini. Riza mengingatkan, persoalan DPT bukan hanya untuk kepentingan Pilpres.
Baca juga: KPU Coret 370 Data WNA yang Masuk DPT Pemilu
Para caleg juga membutuhkan DPT yang akurat agar keterpilihannya nanti lebih legitimate. Dia meminta laporan ini tidak dianggap sebagai hoaks.
"Semua informasi yang kami sampaikan ini betul adanya, artinya ada di dalam DPT. Ini bukan hoaks, bukan juga data yang salah. Kami menyebutnya ini data tidak wajar," ujar Riza.