JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane meminta kepolisian menjadi garda terdepan dalam menjaga kondisi Pemilu 2019 berjalan kondusif dan tidak gaduh.
Hal itu Neta ungkapkan menyusul peristiwa penangkapan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet atas dugaan kasus penghinaan terhadap institusi TNI.
"Dari kasus Robet, IPW meminta jajaran kepolisian agar menjaga situasi Pemilu 2019 berjalan kondusif. Sebab, bukan mustahil kepolisian bisa salah langkah dan membuat masalah kian rumit menjelang dan paska Pemilu 2019," ujar Neta kepada Kompas.com, Jumat (8/3/2019).
Baca juga: Wapres Kalla Sebut Saling Sindir di Kampanye Sekarang Masih Kondusif
Menyikapi dinamika politik pada tahun ini, lanjut Neta, Polri seakan gamang dan khawatir dirundung tidak netral oleh masyarakat. Untuk itu, kepolisian wajib berkonsentrasi mengamankan proses pemilu.
Robet sebelumnya ditangkap karena diduga menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat berdasarkan SARA, berita hoaks atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum.
Robet diduga melanggar Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.
Baca juga: Soal Pembakaran Bendera, Stafsus Presiden Minta Kedepankan Suasana Kondusif
Tindak pidana tersebut diduga dilakukan Robet saat berorasi di Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI.
Dalam orasinya itu, Robet menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.
Tak hanya kasus Robet, Neta juga mengingatkan kepolisian untuk bekerja dengan cepat dalam mendeteksi dini adanya kelompok yang hendak mengacaukan proses pemilu.
Baca juga: Polri Imbau Masyarakat Jaga Situasi Kondusif Aksi Malam Munajat 212
Ia mencontohkan, hingga saat ini, kepolisian belum mengungkap kasus teror pembakaran di Jawa Tengah yang masih berlanjut.
"IPW berharap kepolisian untuk cepat mendeteksi kekacauan proses pemilu. Kasus rentetan pembakaran mobil di Jawa Tengah adalah gambaran bahwa kelompok radikal mendapat peluang untuk beraksi. Polri harus maksimalkan polsek dan polresnya," ungkapnya kemudian.