JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil presiden 02 Sandiaga Uno mengomentari beredarnya foto KTP elektronik atau e-KTP seorang WNA asal China berinisial GC.
Dari foto yang beredar, e-KTP GC tercantum dengan NIK 320*************. Dalam foto itu, GC disebut tinggal di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Sandiaga meminta semua pihak menahan diri. Menurut dia, yang terpenting adalah penyelenggaraan Pemilu 2019 harus jujur dan adil.
"Ya harus kita cermati. Jangan sampai ini pemilu yang diharapkan masyarakat dilakukan dengan jujur adil dicederai atau dicoreng oleh tentunya kecurigaan masyarakat ada WNA yang memiliki e-KTP, yang akhirnya, dengan e-KTP itu kan bisa ikut mencoblos," ujar Sandiga di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
"Jadi mari kita sama-sama jangan saling menyalahkan," kata dia.
Baca juga: Menkumham Sarankan E-KTP untuk WNA Dibuat Beda Warna
Mantan Wakil Gubernur DKI ini berharap, pemerintah memastikan agar pemilu yang akan berlangsung pada 17 April 2019 hanya diikuti warga negara Indonesia yang sudah memenuhi persyaratan.
"Jangan sampai ada penggelembungan suara, jangan ada penyalahgunaan dari identitas tersebut. Pastikan pemilu ini jujur adil. Dan kita pastinya menjunjung tinggi netralitas penyelangara pemilu, jangan sampai ada ketidaknetralan penyelenggara pemilu," ujar Sandiaga.
Sandiga juga mengimbau kepada pendukungnya untuk selalu menjaga kesejukan dalam setiap kampanye.
Ia mengingatkan agar pendukungnya tak keluar dari tema kampanye selain sektor ekonomi dan jangan sampai menyerang pihak lawan.
Baca juga: Ini Syarat WNA untuk Mendapatkan E-KTP
"Dan materi kami selalu ekonomi. Jadi kalau ada pengembangan dari masyarakat di bawah tentunya kita harus selalu mengingatkan kalau Pilpres ini harus rajut dengan kebangsaan kita, jaga keberagaman, dan kalau ada aspirasi itu sampaikan dengan baik dan tidak saling menjatuhkan. Tidak saling menyebarkan ujaran-ujaran yang bisa dianggap menyerang pihak lawan," kata Sandiaga.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) untuk warga negara asing (WNA) adalah salah satu bentuk perwujudan sistem single identity number.
Ia menjelaskan, sistem tersebut memungkinkan seorang WNA mendapatkan fasilitas pelayanan publik, seperti perbankan dan fasilitas kesehatan.
"Kalau single identity number untuk pelayanan publik kan. Orang asing juga dapat pelayanan publik di Indonesia, bank, dia mau sekolah, pelayanan di rumah sakit," kata Zudan kepada Kompas.com, Selasa (26/2/2019) malam.
Baca juga: Mengapa WNA Bisa Mendapatkan E-KTP?
Meski berhak mengakses pelayanan publik, ia menegaskan bahwa WNA tidak diberikan hak politik.
Hak politik adalah hak untuk memilih di pemilu serta hak untuk dipilih.
"Yang tidak diberi adalah hak-hak politik, tidak boleh memilih dan tidak boleh dipilih," kata Zudan.
Zudan mengatakan, e-KTP untuk WNA merupakan perintah undang-undang.
Hal itu tercantum dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal 63 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan menyebutkan, "Penduduk warga negara Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki e-KTP".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.