JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan agar Indonesia tidak seperti China dalam hal kependudukan.
Ia menilai, saat ini China mengalami masalah demografi lantaran jumlah penduduk usia tuanya lebih banyak daripada yang berusia produktif. Hal itu, kata Kalla, terjadi karena kebijakan kependudukan yang keliru.
"Jangan pula kita seperti Singapura, China, dan Jepang yang cukup satu (anak). Ternyata mereka menyesal untuk bikin teori itu," ujar Kalla dalam sambutannya di Simposium Nasional Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (25/2/2019).
Baca juga: Wapres Kalla: KB Bukan Hanya soal Pembatasan Kelahiran, tetapi Juga Keluarga Sejahtera
"Menyesal artinya yang melahirkan sekarang dikasih spending. Dulu yang melahirkan yang didenda. Disinsentif. Sekarang dikasih insentif," tambahnya.
Kalla mengatakan, pembatasan jumlah penduduk yang ekstrem terjadi usai Perang Dunia II karena ada kekhawatiran jumlah bahan pangan tidak akan mencukupi kebutuhan penduduk dunia yang terus melonjak.
Namun, Kalla mengatakan, anggapan tersebut terbukti salah karena menafikan peran teknologi di sektor pangan yang mampu mengintensifikasikan hasil pertanian dalam suatu lahan.
Baca juga: Kepala BKKBN: Sudah Ada 400 Kampung Keluarga Berencana
Hal itu, kata Kalla, terbukti dengan meningkatnya jumlah panen padi dalam satu hektar lahan di Indonesia.
Di era Presiden Soeharto, beras yang dihasilkan Indonesia hanya 3 juta ton. Sementara itu, saat ini dengan semakin berkurangnya lahan, beras yang dihasilkan Indonesia mencapai 5,5 juta ton.
Karena itu Kalla mengingatkan dengan adanya kemajuan teknologi pangan, paradigma program Keluarga Berencana (KB) saat ini tak hanya membatasi kelahiran, tetapi juga menyiapkan kehidupan berkeluarga yang berkualitas.
"Maka timbul lah gerakan keluarga sejahtera daripada kita semua, bukan lagi hanya mengurangi tingkat kelahiran tapi bagaimana meningkatkan kesejahteraan," lanjut dia.