JAKARTA, KOMPAS.com - Polri menyiagakan personel terkait pembebasan dua warga negara Indonesia (WNI) yang ditangkap dan disandera kelompok Abu Sayyaf, Filipina.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menuturkan, pihaknya menyiapkan personel yang kompeten di bidangnya. Mereka akan diterjunkan sesuai kebutuhan dalam operasi pembebasan.
"Pada prinsipnya pihak kepolisian siap. Menyiapkan personel-personel yang sudah memiliki pengalaman, memiliki kompetensi dan mengetahui tentang sedikit banyak situasi di Filipina," ujar Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (22/2/2019).
Baca juga: Keluarga Nelayan yang Disandera Abu Sayyaf Melapor ke Kodim
Kendati demikian, Polri masih menunggu informasi terkait bantuan yang dibutuhkan pada operasi yang dikomandoi Kementerian Luar Negeri itu.
Tak hanya Polri, dalam upaya pembebasan dua WNI tersebut. Kemenlu disebutkan juga menggandeng TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN).
"Jadi nanti kebutuhan-kebutuhan apa yang dibutuhkan dalam rangka melakukan negosiasi kepada pihak yang menyandera tentu akan diputuskan oleh Kemenlu," terangnya.
Sebelumnya, sebuah video mengungkap penangkapan dua WNI asal Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, oleh kelompok Abu Sayaf, Filipina, viral di media sosial, Rabu (20/2/2019).
Video yang berdurasi sekitar 34 detik tersebut memperlihatkan dua WNI diikat dan direkam untuk meminta bantuan Pemerintah Indonesia.
Baca juga: Keluarga Korban Sandera Abu Sayyaf Tunggu Perkembangan
Dalam rekaman video tersebut tampak beberapa lelaki yang menggunakan penutup kepala sambil menenteng senjata laras panjang.
Dalam video tersebut, dengan mata tertutup kain hitam, WNI tersebut berbicara untuk meminta bantuan Pemerintah indonesia. Namun, video itu terputus.
“Saya warga negara Indonesia, pekerjaan nelayan di Sabah. Saya kena tangkap oleh Abu Sayyaf, Filipina, di laut. Saya minta Pemerintah Indonesia, terutama Presiden dan Pak Dadang...,” kata lelaki tersebut.
Video ini pertama kali disebar oleh akun Facebook dengan nama Kim Hundin.