Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kedua Paslon Diharapkan Mampu Buat Paradigma Baru dalam Tata Kelola SDA

Kompas.com - 14/02/2019, 06:49 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Nasional Pay What You Publish (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah berharap ada paradigma baru yang dihadirkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terkait tata kelola sumber daya alam (SDA).

Maryati mengingatkan, paslon terpilih nantinya harus merancang rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) dalam 5 tahun masa jabatan.

"Tidak lagi dalam indikator RPJMN itu berapa target penerimaan dari SDA. Tidak lagi berapa devisa dari SDA tapi berapa target multiplier effect, impact SDA bagi masyarakat di nasional dan regional," kata Maryati dalam diskusi bertajuk Prioritas Energi dan Tata Kelola SDA dalam Visi Kandidat Presiden-Wakil Presiden 2019 di Bakoel Koffie, Jakarta, Rabu (13/2/2019).

Baca juga: Pembicaraan Capres soal Regulasi Sektor SDA Dikhawatirkan Jadi Politik Transaksional

Kemudian, diperlukan paradigma baru bahwa ekonomi nasional tidak rentan terhadap volatilitas impor terutama bahan bakar minyak dan volatilitas pendapatan dari sektor SDA yang fluktuatif.

Ia mengusulkan agar presiden dan wakil presiden terpilih nanti tak terlalu mengandalkan penerimaan negara dari sektor SDA.

"Bahkan jika tidak mampu menghitung, memproyeksikan bagaimana harusnya kita produksi, lebih baik biarkan di dalam tanah. Jadi kurangi izin, kurangi kontrak baru apabila kita tidak punya kepastian perencanaan pembangunan yang memastikan indkator outcome yang adalah manfaat sebesar-besarnya bagu masyarakat," papar dia.

Baca juga: Kedua Capres Diingatkan soal Aspek Lingkungan dalam Perizinan SDA

Di sisi lain, Maryati juga menekankan agar proses penawaran atau terminasi kontrak dioptimalkan. Ia mencontohkan, ada sekitar 101 kontrak karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang renegosiasinya hampir selesai.

"Kami berharap dengan renegosiasi peningkatan tarif pajak, royalti dan juga penciutan wilayah dan sebagainya itu diikuti oleh peningkatan kepatuhan dalam hal pembayaran pajak, pelaporan produksi, dan standar good mining practice dari sisi lingkungan dan sosial," ungkap dia.

Baca juga: Arah Kebijakan Kedua Paslon Terkait SDA Dinilai Belum Jelas

Selain itu perlunya manajemen dan pengawasan yang kuat atas izin usaha pertambangan (IUP) yang sudah dicabut dan IUP yang berlisensi clean and clear.

"Ada sekitar 4678 IUP telah dicabut dan saat ini ada 5131 IUP yang clean and clear di seluruh Indonesia yang perlu dimanajemen dan diawasi dengan seksama. Kami juga mendorong revisi Permen dan PP yang lebih pro pada kebijakan hilirasi dan penciptaan iklim investasi di sektor ini," kata Maryati.

Transparansi dan akuntabilitas

Ia juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas tata kelola SDA. Sebab, ada banyak kasus korupsi politik yang berkaitan dengan pemanfaatan SDA. Maryati ingin korupsi politik dalam sektor SDA harus diberantas oleh paslon terpilih nanti.

"Ekonomi harus di-setting transparan dan akuntabel melalui juga kerja sama perpajakan. Saya mengapresiasi kerja sama perpajakan internasional untuk mengembalikan aset misalnya, membuka pemilik korporasi beneficial ownership dan menghalau aliran uang haram," kata dia.

Baca juga: LSM PWYP Tagih Gagasan Paslon soal Pemberantasan Korupsi Sektor SDA

Di sisi lain, kemandirian daerah yang memiliki kekayaan SDA melimpah harus dibangun dengan transparansi tata kelola pemerintahan, penggunaan anggaran efektif dan penekanan kemiskinan.

"Karena banyak rakyat miskin di daerah kaya SDA, ada ratusan daerah penghasil yang menggantungkan pendapatan daerahnya dari SDA migas dan pertambangan," tutur Maryati.

Terakhir, ia menekankan agar kriminalisasi terhadap aktivis, akademisi, dan pihak pendukung lingkungan berkelanjutan harus segera diakhiri.

Baca juga: KPK Harap Capres-Cawapres Hadirkan Solusi Perbaikan Tata Kelola SDA di Debat Kedua

"Diperlukan upaya masif agar kepatuhan lingkunga dari segi kajian lingkungan hidup strategis, analisis mengenai dampak lingkungan dan izin lingkungan dengan proses due diligence masyarakat sangat diperhatikan. Dan hak masyarakat itu juga diperhatikan. Termasuk hak masyarakat adat," pungkasnya.

PWYP Indonesia adalah koalisi masyarakat sipil beranggotakan 35 organisasi masyarakat sipil, yang fokus pada reformasi tata kelola sumber daya alam, minyak dan gas bumi, pertambangan dan energi.

Kompas TV Jelang debat kedua para capres terus mematangkan visi mereka sual infrastruktur, pangan, energi, sumber daya alam dan lingkungan. Kubu Jokowi menyiapkan materi pencapaikan Jokowi selama memerintah. Sementara kubu Prabowo akan mengkritisi sejumlah hal seperti kegagalan swasembada pangan dan infrastruktur yang mangkrak. Bagaimana Jokowi akan menyiapkan jawaban atas kritikan yang bakal disampaikan Prabowo di debat kedua nanti? Dan apa yang akan dilakukan Prabowo jika nanti terpilih terkait kebijakan infrastruktur hingga pangan? Untuk membahasnya sudah hadir Direktur II Bidang Konten TKN Jokowi-Ma'ruf, Agus Sari. Kemudian ada tim ekonomi Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Handi Risza Idris. Serta pengamat kehutanan dan lingkungan hidup Fakultas Kehutanan IPB, Togu Manurung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com