JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Nasional Pay What You Publish (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah berharap ada paradigma baru yang dihadirkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terkait tata kelola sumber daya alam (SDA).
Maryati mengingatkan, paslon terpilih nantinya harus merancang rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) dalam 5 tahun masa jabatan.
"Tidak lagi dalam indikator RPJMN itu berapa target penerimaan dari SDA. Tidak lagi berapa devisa dari SDA tapi berapa target multiplier effect, impact SDA bagi masyarakat di nasional dan regional," kata Maryati dalam diskusi bertajuk Prioritas Energi dan Tata Kelola SDA dalam Visi Kandidat Presiden-Wakil Presiden 2019 di Bakoel Koffie, Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Baca juga: Pembicaraan Capres soal Regulasi Sektor SDA Dikhawatirkan Jadi Politik Transaksional
Kemudian, diperlukan paradigma baru bahwa ekonomi nasional tidak rentan terhadap volatilitas impor terutama bahan bakar minyak dan volatilitas pendapatan dari sektor SDA yang fluktuatif.
Ia mengusulkan agar presiden dan wakil presiden terpilih nanti tak terlalu mengandalkan penerimaan negara dari sektor SDA.
"Bahkan jika tidak mampu menghitung, memproyeksikan bagaimana harusnya kita produksi, lebih baik biarkan di dalam tanah. Jadi kurangi izin, kurangi kontrak baru apabila kita tidak punya kepastian perencanaan pembangunan yang memastikan indkator outcome yang adalah manfaat sebesar-besarnya bagu masyarakat," papar dia.
Baca juga: Kedua Capres Diingatkan soal Aspek Lingkungan dalam Perizinan SDA
Di sisi lain, Maryati juga menekankan agar proses penawaran atau terminasi kontrak dioptimalkan. Ia mencontohkan, ada sekitar 101 kontrak karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang renegosiasinya hampir selesai.
"Kami berharap dengan renegosiasi peningkatan tarif pajak, royalti dan juga penciutan wilayah dan sebagainya itu diikuti oleh peningkatan kepatuhan dalam hal pembayaran pajak, pelaporan produksi, dan standar good mining practice dari sisi lingkungan dan sosial," ungkap dia.
Baca juga: Arah Kebijakan Kedua Paslon Terkait SDA Dinilai Belum Jelas
Selain itu perlunya manajemen dan pengawasan yang kuat atas izin usaha pertambangan (IUP) yang sudah dicabut dan IUP yang berlisensi clean and clear.
"Ada sekitar 4678 IUP telah dicabut dan saat ini ada 5131 IUP yang clean and clear di seluruh Indonesia yang perlu dimanajemen dan diawasi dengan seksama. Kami juga mendorong revisi Permen dan PP yang lebih pro pada kebijakan hilirasi dan penciptaan iklim investasi di sektor ini," kata Maryati.
Ia juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas tata kelola SDA. Sebab, ada banyak kasus korupsi politik yang berkaitan dengan pemanfaatan SDA. Maryati ingin korupsi politik dalam sektor SDA harus diberantas oleh paslon terpilih nanti.
"Ekonomi harus di-setting transparan dan akuntabel melalui juga kerja sama perpajakan. Saya mengapresiasi kerja sama perpajakan internasional untuk mengembalikan aset misalnya, membuka pemilik korporasi beneficial ownership dan menghalau aliran uang haram," kata dia.
Baca juga: LSM PWYP Tagih Gagasan Paslon soal Pemberantasan Korupsi Sektor SDA
Di sisi lain, kemandirian daerah yang memiliki kekayaan SDA melimpah harus dibangun dengan transparansi tata kelola pemerintahan, penggunaan anggaran efektif dan penekanan kemiskinan.
"Karena banyak rakyat miskin di daerah kaya SDA, ada ratusan daerah penghasil yang menggantungkan pendapatan daerahnya dari SDA migas dan pertambangan," tutur Maryati.
Terakhir, ia menekankan agar kriminalisasi terhadap aktivis, akademisi, dan pihak pendukung lingkungan berkelanjutan harus segera diakhiri.
Baca juga: KPK Harap Capres-Cawapres Hadirkan Solusi Perbaikan Tata Kelola SDA di Debat Kedua
"Diperlukan upaya masif agar kepatuhan lingkunga dari segi kajian lingkungan hidup strategis, analisis mengenai dampak lingkungan dan izin lingkungan dengan proses due diligence masyarakat sangat diperhatikan. Dan hak masyarakat itu juga diperhatikan. Termasuk hak masyarakat adat," pungkasnya.
PWYP Indonesia adalah koalisi masyarakat sipil beranggotakan 35 organisasi masyarakat sipil, yang fokus pada reformasi tata kelola sumber daya alam, minyak dan gas bumi, pertambangan dan energi.