JAKARTA, KOMPAS.com - DPR dan pemerintah menyepakati pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian Mengenai Bantuan Timbal Balik dan Masalah Pidana Antara Republik Indonesia dan Persatuan Emirat Arab.
Dengan disahkannya RUU tersebut menjadi undang-undang maka pelaku tindak pidana tidak dapat menyembunyikan atau menyimpan hasil kejahatannya di Persatuan Emirat Arab atau Uni Emirat Arab (UEA).
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, Pemerintah Indonesia saat ini dapat menelusuri, memblokir, menyita dan merampas hasil tindak pidana tersebut.
Baca juga: DPR dan Pemerintah Setujui Pengesahan 3 RUU Jadi Undang-Undang
"Mengingat posisi persatuan Emirat Arab sebagai salah satu pusat keuangan dunia. Tidak tertutup kemungkinan bahwa hasil tindak pidana yang dilakukan di Indonesia disimpan atau ditempatkan di negara tersebut," ujar Yasonna saat memberikan tanggapan akhir pemerintah dalam Rapat Paripurna Ke-12 Masa Persidangan III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/2/2019).
"Oleh karena itu terdapat kepentingan pemerintah RI untuk menelusuri, memblokir, menyita dan merampas hasil tindak pidana yang dimaksud," tutur dia.
Selain terkait aset, pemerintah juga dapat melaksanakan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan terhadap pelaku yang melarikan diri ke negara-negara Arab.
"Pemerintah RI dapat melaksanakan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelaku tindak pidana," kata Yasonna.
Baca juga: Perjanjian MLA Indonesia-Swiss Disebut Bukti Keberanian Jokowi Perangi Kejahatan Pajak
Yasonna mengatakan, perjanjian timbal balik tersebut akan memberikan pesan bahwa UEA bukan merupakan tempat pelarian yang aman bagi pelaku tindak pidana maupun untuk menyimpan aset hasil kejahatan.
"Oleh karena itu pemerintah RI dan Persatuan Emirat Arab menandatangani perjanjian mengenai bantuan timbal balik dalam masalah pidana di Abu Dhabi pada tanggal 20 Februari 2014," ungkap Yasonna.