JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Persero Supangkat Iwan Santoso mengakui bahwa Eni Maulani Saragih selalu Wakil Ketua Komisi VII DPR, meminta agar proyek PLTU Riau 1 dimasukkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Hal itu dikatakan Iwan saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Iwan bersaksi untuk terdakwa mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.
"Iya memang ada dorongan. Kira-kira jangan dikeluarkan lah gitu dari RUPTL. Saat itu ukurannya 1x600 atau 2x300 megawatt," ujar Iwan kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: KPK Anggap Tuntutan 8 Tahun Penjara Eni Maulani Bentuk Apresiasi Atas Sikap Kooperatif
Selain itu, menurut Iwan, Eni juga mendorong agar kontrak kerja sama antara PLN dan investor yang diwakili Johannes Budisutrisno Kotjo cepat dilakukan.
Padahal, menurut Iwan, saat itu terjadi deadlock karena ada tawar-menawar tentang masa pengendalian yang diminta PLN hanya selama 15 tahun.
Namun, kata Iwan, saat itu PLN hanya menganggap Eni bertindak selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR yang menangani bidang energi.
"Dia tidak tahu teknis tapi minta lebih cepat dilakukan kesepakatan," kata Iwan.
Baca juga: Eni Maulani Kecewa Permohonan Justice Collaborator Ditolak KPK
Dalam kasus ini, Idrus didakwa menerima suap Rp 2,250 miliar. Idrus didakwa melakukan perbuatan bersama-sama dengan Eni Maulani Saragih.
Menurut jaksa, pemberian uang tersebut diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.