Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Johannes Kotjo Diperberat Jadi 4,5 Tahun Penjara

Kompas.com - 11/02/2019, 12:58 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman terhadap terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo. Hukuman Kotjo diperberat dari 2 tahun 8 bulan menjadi 4,5 tahun penjara.

"Benar, hukumannya diperberat," ujar Kepala Hubungan Masyarakat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Johannes Suhadi saat dikonfirmasi, Senin (11/2/2019).

Pengadilan tinggi juga menghukum Kotjo untuk membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Baca juga: Eni Anggap Uang Kotjo untuk Munaslub Golkar dari Sumber yang Halal

Dalam pertimbangan, hakim menilai Kotjo memiliki peran dominan untuk mendapatkan keuntungan pribadi yang sangat besar. Akibat perbuatannya juga, masyarakat Riau tidak dapat menikmati listrik.

Hakim juga menilai Kotjo sebagai koruptor kelas kakap yang mengatur dari penganggaran hingga penunjukan pemenang proyek.

Menurut hakim, hukuman 4,5 tahun penjara saja sebenarnya belum cukup memberikan rasa adil bagi masyarakat.

Baca juga: Idrus Mengaku Sering Diminta Eni Maulani Pinjam Uang dari Johannes Kotjo

Kotjo terbukti menyuap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham sebesar Rp 4,7 miliar.

Uang tersebut diberikan dengan maksud agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau-1.

Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources, dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.

Baca juga: Staf Ahli Eni Maulani Mengaku Terima Uang Sebanyak 4 Kali dari Sekretaris Johannes Kotjo

Awalnya, Kotjo melalui Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero terkait rencana pembangunan PLTU.

Namun, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, Kotjo menemui Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Kotjo meminta bantuan Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN.

Kemudian, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni yang merupakan anggota Fraksi Golkar yang duduk di Komisi VII DPR yang membidangi energi.

Baca juga: Ingin Beri 6 Juta Dollar AS, Kotjo Merasa Novanto Berjasa dalam Proyek PLTU

Selanjutnya, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.

Kotjo terbukti melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Kompas TV Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau 1 Johanes BKotjo hari ini divonis 2 tahun dan 8 bulan penjara oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi. Pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes BKotjo dinyatakan terbukti memberikan uang senilai empat 4,7 miliar rupiah kepada mantan wakil ketua komisi tujuh DPR Eni Maulani Saragih. Suap kepada Eni diberikan terkait kesepakatan kontrak kerja sama proyek pltu riau satu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com