JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai, calon anggota legislatif (caleg) yang enggan terbuka soal data dirinya tak memberikan pendidikan politik yang baik.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat sebanyak 2.049 caleg tidak membuka data pribadinya kepada publik melalui situs infopemilu.kpu.go.id.
Menurut Lucius, hal ini membuat publik menjadi tak terdorong untuk mencari informasi tentang kualitas caleg.
"Tak ada semangat pendidikan politik untuk mendorong terpilihnya wakil rakyat berkualitas dan berintegritas," kata Lucius kepada Kompas.com, Kamis (7/2/2019) malam.
Baca juga: KPU Disarankan Tak Tunggu Persetujuan Caleg untuk Publikasikan Data Diri
Ia menilai, masyarakat kehilangan medium untuk mencari informasi soal caleg karena data yang tercantum pada situs KPU hanya sebagai formalitas.
"Saya kira data di KPU itu hanya formalitas belaka. Enggak ada gunanya untuk dijadikan referensi kuat bagi pemilih. Itu hanya semacam sarana ala kadarnya untuk sekadar mengetahui berapa jumlah caleg yang disediakan parpol," kata Lucius.
Lucius mencatat, hal itu berbeda ketika Pemilu 2014 yang mencantumkan informasi mengenai pekerjaan para caleg dengan cukup detil.
Tak hanya soal informasi pekerjaan, Lucius berpandangan, pengalaman organisasi para caleg juga kurang mendapat perhatian untuk dipublikasikan pada Pemilu 2019.
Sebelumnya, KPU mengungkapkan sebanyak 2.049 caleg tidak membuka data pribadinya ke publik.
Baca juga: Peserta dan Penyelenggara Pemilu 2019 Diminta Waspadai Kebocoran Data
Artinya, dalam situs infopemilu.kpu.go.id, caleg tersebut tidak mencantumkan sejumlah informasi seperti riwayat pendidikan, riwayat organisasi, riwayat pekerjaan, hingga status khusus (terpidana/mantan/bukan mantan terpidana).
"Kami mencatat ada 2.049 dari 8.037 caleg yang kemudian tidak membuka profil atau data pribadinya," kata Komisioner KPU, Ilham Saputra dalam diskusi bertajuk 'Telaah Keterbukaan Data Profil Caleg DPR RI di Pemilu 2019' di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019).
Ilham mengatakan, caleg memang memiliki hak untuk merahasiakan data pribadinya ke publik. Sebaliknya, caleg juga punya hak membuka data pribadinya ke publik.
Ia menerangkan, dalam formulir BB2 (formulir bakal calon) yang diserahkan saat pendaftaran, caleg diberi pilihan untuk mempublikasikan atau tidak mempublikasikan profil dan data dirinya.
Baca juga: Rahasiakan Data Pribadi, Mengapa Caleg Tak Mau Terbuka Pada Konstituennya?
Oleh karena itu, KPU tidak bisa sembarangan membuka data caleg tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Apalagi, data tersebut dilindungi oleh Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Dalam Pasal 17 huruf h disebutkan, data yang bersifat pribadi tidak bisa disebarluaskan begitu saja, karena ini menyangkut dengan hak konstitusional seseorang sebagai warga negara.
"Mereka juga punya hak untuk tidak di-publish. Jadi bukan keinginan KPU untuk tidak membuka info ini," ujar dia.
Beberapa informasi caleg yang dibutuhkan publik seperti:
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Riwayat pendidikan
4. Riwayat organisasi
5. Riwayat pekerjaan
6. Status khusus (terpidana/mantan terpidana/bukan mantan terpidana)
7. Motivasi (yang berisi hal-hal yang melatarbelakangi calon untuk mengajukan diri sebagai bakal calon)
8. Target/sasaran (yang berisi contoh hal-hal yang akan dikerjakan ketika telah menjadi anggota DPR/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten/Kota)