JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril menilai pemerintah perlu merevisi peraturan terkait remisi.
Hal itu ia katakan terkait pemberian remisi terhadap narapidana kasus pembunuhan jurnalis, I Nyoman Susrama, yang diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29 Tahun 2018.
Dasar hukum Keppres tersebut, yaitu Keppres Nomor 174 Tahun 1999 yang ternyata, menurut Oce, bertentangan dengan undang-undang.
"Ke depan ini momentum bagi pemerintah untuk mengubah regulasi terkait remisi terutama Keppres 174," kata Oce saat diskusi bertajuk "Menyoal Kebijakan Remisi dalam Sistem Hukum Indonesia", di Bakoel Koffie, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019).
Ia menjelaskan, definisi remisi dalam Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, adalah pengurangan masa pidana yang menjadi hak bagi narapidana.
Kemudian pelaksanaan hak-hak bagi warga binaan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Di dalam Pasal 1 angka 6 PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, juga disebutkan bahwa remisi merupakan pengurangan masa menjalani pidana.
Namun, turunan dari PP tersebut, Keppres Nomor 174 Tahun 1999 yang menjadi landasan pemberian remisi Susrama, menyatakan bahwa pidana penjara seumur hidup dapat diubah.
Pada pasal 9 Keppres itu disebutkan bahwa "Narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup dan telah menjalani pidana paling sedikit 5 (lima) tahun berturut-turut serta berkelakuan baik, dapat diubah pidananya menjadi pidana sementara, dengan lama sisa pidana yang masih harus dijalani paling lama 15 (lima belas) tahun".
Selain itu, PP Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 1999 menyebutkan bahwa ketentuan remisi diatur dalan Peraturan Presiden.
Namun, Keppres Nomor 174 Tahun 1999 tersebut tidak kunjung diubah hingga saat ini.
Baca juga: Jokowi Diminta Menjawab Keberatan Para Jurnalis Terkait Remisi Susrama
"Jadi mau tidak mau Keppres 174 yang sekarang digunakan presiden untuk menerbitkan Keppres 29 Tahun 2018, mestinya Keppres ini sudah harus diganti, harus dicabut, kemudian dibentuk peraturan yang baru sebagaimana amanat dari PP terbaru," terangnya.
Oce mengatakan, Keppres tersebut berpotensi menimbulkan polemik kembali jika tidak direvisi.
"Kalau peraturan ini masih eksis, ke depan akan muncul lagi kebijakan yang katakanlah akan memicu protes publik atau kontroversi di publik," terang Oce.