Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Remisi Dinilai Perlu Direvisi

Kompas.com - 08/02/2019, 10:47 WIB
Devina Halim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril menilai pemerintah perlu merevisi peraturan terkait remisi.

Hal itu ia katakan terkait pemberian remisi terhadap narapidana kasus pembunuhan jurnalis, I Nyoman Susrama, yang diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29 Tahun 2018.

Dasar hukum Keppres tersebut, yaitu Keppres Nomor 174 Tahun 1999 yang ternyata, menurut Oce, bertentangan dengan undang-undang.

"Ke depan ini momentum bagi pemerintah untuk mengubah regulasi terkait remisi terutama Keppres 174," kata Oce saat diskusi bertajuk "Menyoal Kebijakan Remisi dalam Sistem Hukum Indonesia", di Bakoel Koffie, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019).

Ia menjelaskan, definisi remisi dalam Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, adalah pengurangan masa pidana yang menjadi hak bagi narapidana.

Kemudian pelaksanaan hak-hak bagi warga binaan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Di dalam Pasal 1 angka 6 PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, juga disebutkan bahwa remisi merupakan pengurangan masa menjalani pidana.

Namun, turunan dari PP tersebut, Keppres Nomor 174 Tahun 1999 yang menjadi landasan pemberian remisi Susrama, menyatakan bahwa pidana penjara seumur hidup dapat diubah.

Pada pasal 9 Keppres itu disebutkan bahwa "Narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup dan telah menjalani pidana paling sedikit 5 (lima) tahun berturut-turut serta berkelakuan baik, dapat diubah pidananya menjadi pidana sementara, dengan lama sisa pidana yang masih harus dijalani paling lama 15 (lima belas) tahun".

Selain itu, PP Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 1999 menyebutkan bahwa ketentuan remisi diatur dalan Peraturan Presiden.

Namun, Keppres Nomor 174 Tahun 1999 tersebut tidak kunjung diubah hingga saat ini.

Baca juga: Jokowi Diminta Menjawab Keberatan Para Jurnalis Terkait Remisi Susrama

"Jadi mau tidak mau Keppres 174 yang sekarang digunakan presiden untuk menerbitkan Keppres 29 Tahun 2018, mestinya Keppres ini sudah harus diganti, harus dicabut, kemudian dibentuk peraturan yang baru sebagaimana amanat dari PP terbaru," terangnya.

Oce mengatakan, Keppres tersebut berpotensi menimbulkan polemik kembali jika tidak direvisi.

"Kalau peraturan ini masih eksis, ke depan akan muncul lagi kebijakan yang katakanlah akan memicu protes publik atau kontroversi di publik," terang Oce.

Kompas TV Solidaritas Jurnalis Bali kembali berunjuk rasa untuk mendesak pencabutan remisi untuk I Nyoman Susrama terpidana pembunuh wartawan Radar Bali, Anak Agung Narendra Prabangsa. Puluhan jurnalis mendatangi Kantor Wilayah Kemenkumham, Bali untuk menanyakan perkembangan remisi untuk terpidana pembunuhan wartawan Radar Bali, I Nyoman Susrama. Dalam aksinya pengunjuk rasa melakukan jalan mundur dan aksi teatrikal sebagai simbol bahwa pemberian remisi untuk pembunuh wartawan merupakan bentuk kemunduran hukum di Indonesia. Menurut Kepala Kakanwil Kemenkumham Provinsi Bali, Sutrisno pihaknya telah menyerahkan surat tuntutan pencabutan remisi secara langsung kepada Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoly pekan lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com