Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/02/2019, 23:01 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Agum Gumelar mengatakan, perbedaan pilihan politik jelang Pilpres 2019 adalah hal yang lumrah. Ada pihak yang mendukung calon petahana yang sedang memerintah, ada pula yang memilih di kubu pesaing.

Agum menyebut, kondisi ini menciptakan kelompok yang terkesan tak suka dengan pemerintah. Dan itu, kata Agum, adalah hal yang wajar. 

Namun, Agum meminta agar rasa tidak suka itu tak disalurkan untuk mendukung gerakan radikal.

"Kalau memang tidak suka kepada pemerintah itu wajar, ada pro ada kontra, ada suka ada tidak suka. Tapi jangan dong kalau tidak suka kepada pemerintah lantas disalurkan dengan mendukung gerakan radikal. Itu keliru besar," kata Agum dalam acara deklarasi Relawan Bravo Cijantung di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (5/2/2019).

Radikal yang dimaksud Agum adalah sikap pikir seseorang atau kelompok yang ingin mengubah NKRI dan Pancasila.

Menurut dia, NKRI dan Pancasila adalah hasil jerih payah, keringat, dan darah para pejuang. Tidak ada satu pun pihak yang boleh mengganti NKRI maupun Pancasila.

Jika ada seorang atau kelompok yang mengancam keutuhan bangsa dan dasar negara karena pilihan politik, seluruh pasangan capres dan cawapres harus bertindak.

"Kita harus hadapi ancaman ini, harus kita bela Pancasila. Semua komponen bangsa, apakah 01, apakah 02," ujar Agum.

Agum menambahkan, perbedaan pilihan politik ini hanya bersifat sementara. Perbedaan itu akan berakhir ketika pilpres usai.

"Begitu pilpres berakhir tidak ada lagi perbedaan, hormati apa pun yang jadi keputusan demokrasi. Itulah dewasa dalam berdemokrasi," tandasnya.

Kompas TV Calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno, menanggapi ucapan capres nomor urut 01, Joko Widodo tentang adanya kampanye dengan cara propaganda ala Rusia. Menurut Sandiaga, apa yang diucapkan Jokowi sebaiknya menjadi masukan untuk kedua pasang calon yang berkompetisi di Pilpres 2019. Sandi menambahkan, dirinya dan Prabowo Subianto memang tengah melemparkan propaganda dalam kampanye. Namun bukan propaganda ala Rusia, melainkan proganda ekonomi.<br /> <br /> Sebelumnya, di hadapan pendukungnya di Surabaya, Jawa Timur, Joko Widodo menyatakan ada tim sukses yang menyiapkan propaganda ala Rusia. Ia mengatakan banyak berita bohong atau hoaks jelang pemilihan presiden pada April mendatang. Jokowi beranggapan banyaknya hoaks dan fitnah ini lantaran ada upaya adu domba yang disiapkan oleh tim sukses. Meski demikian, Joko Widodo tak mengungkap secara jelas tim sukses yang dimaksud.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Nasional
Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Nasional
KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

Nasional
Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Nasional
Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Nasional
Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Nasional
Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Nasional
Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada, Pemenangnya Peraih Lebih dari 50 Persen Suara

Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada, Pemenangnya Peraih Lebih dari 50 Persen Suara

Nasional
900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

Nasional
Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Nasional
Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Nasional
PKB Ingin Hasil Pemilu 2024 Diumumkan Malam Ini

PKB Ingin Hasil Pemilu 2024 Diumumkan Malam Ini

Nasional
Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Nasional
KPK Duga Pelaku Korupsi di PT PLN Rekayasa Anggaran dan Pemenang Lelang

KPK Duga Pelaku Korupsi di PT PLN Rekayasa Anggaran dan Pemenang Lelang

Nasional
Prabowo-Gibran Menang di Jawa Barat, Raih 16,8 Juta Suara

Prabowo-Gibran Menang di Jawa Barat, Raih 16,8 Juta Suara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com