Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bayu Galih

Jurnalis; Pemerhati media baru; Penikmat sinema

Soal Identitas: Catatan Keturunan Tionghoa yang Tak Terlihat seperti Orang Tionghoa

Kompas.com - 05/02/2019, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJAK enam bulan tinggal di Solo, Jawa Tengah, saya selalu bingung setiap dapat pertanyaan, "Mas, aslinya mana?"

Bagi beberapa orang, mungkin pertanyaan ini terdengar mudah, yang disusul jawaban merujuk pada suku tertentu.

Tetapi ini pertanyaan sulit untuk saya jawab mengingat saya "memiliki kesadaran" akan akar identitas. Yang pasti, selalu ada yang tertawa saat saya menjawab saya ada keturunan Tionghoa.

Saya tidak sedang bercanda, tetapi jika melihat penampakan fisik, sepertinya wajar jika mereka tertawa. "Cino kok ireng" (China kok hitam)..."

Baiklah, untuk lebih mudahnya merunut pertanyaan soal identitas ini, lebih baik dipaparkan seperti ini:

Saya lahir dan besar di Jakarta, tetapi bukan berasal dari suku Betawi. Ibu saya lahir di Yogya, jadi sah saja saya menyebut diri orang Jawa.

Sedangkan, bapak saya lahir di Bandung. Namun, bapak bukan orang Sunda, sebab orangtuanya (kakek saya) mengungsi dari Cilacap di masa perang.

Secara kultur, bapak saya bisa dibilang orang Jawa, tapi dia kemudian besar di Jakarta. Di kota yang masyarakatnya berbaur ini, semua kultur tampaknya ikut melebur.

Meski begitu, secara fisik bapak saya juga terlihat seperti orang Tionghoa. Matanya sipit, kulitnya terang. Meski terlihat seperti orang Tionghoa, tak ada budaya atau tradisinya yang melekat. Tak pernah ada perayaan Imlek, juga tak pernah menerima angpau atau kue keranjang.

Malahan, sewaktu kecil bapak saya seperti anak kecil lainnya yang dibesarkan di wilayah Manggarai, Jakarta Selatan.

Sebelum sekolah dia berjualan koran bersama kakaknya, pakdhe saya, di sekitar stasiun. Kadang ikut mandi dan berenang di kali yang sekarang warnanya hitam itu.

Mau lihat fotonya? Coba cari buku Queen of the East (2002) yang ditulis Alwi Shahab. Saat ada bab soal Manggarai, coba cari bocah yang terlihat Tionghoa di salah satu foto. Itulah bapak saya.

Mungkin bukan pemandangan aneh saat itu, sekitar 1950-an, melihat anak kecil yang bermata sipit bermain bersama anak lain di perkampungan.

Tak ada yang istimewa juga saat bapak, sebagai Muslim, terlihat dalam barisan saf saat shalat. Karena itu, saya kerap tak habis pikir setiap dengar pernyataan, "Dia China, tapi Muslim kok.." What??

Saya juga heran saat sekarang ini kerap mendengar pernyataan yang anti-Tionghoa atau anti-China.

Entah apakah "modernitas" membuat pikiran orang semakin sempit? Atau bisa jadi pikiran yang sempit itu buah dari politisasi agama vs politisasi kebinekaan yang terjadi sejak Pemilu 2014? 

Politik identitas memang menyebalkan!

Kesadaran identitas

ilustrasi peta IndonesiaTHINKSTOCKS/NARUEDOM ilustrasi peta Indonesia
Meski sekarang tak mudah bagi saya untuk menjelaskan soal identitas, tapi saat kecil pertanyaan itu relatif lebih mudah dijawab. Saat itu saya dengan yakin menjawab "saya orang Jawa".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com