JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto berpesan agar masyarakat tidak sembarangan memilih pemimpin dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Wiranto menekankan, urusan pemilu bukanlah hal sepele sebab masa depan bangsa menjadi taruhannya.
"Bukan memilih pemimpin, tapi bagaimana kita menentukan nasib negeri ini 5 tahun ke depan dengan cara memilih pemimpin," kata Wiranto saat memberikan sambutan di hadapan jajarannya, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (4/2/2019).
Baca juga: Wiranto: Manfaatkan Pemilu 2019 sebagai Pesta Demokrasi, Bukan Ajang Konflik
"Maka berkali-kali saya katakan, jangan keliru memilih pemimpin," imbuh dia.
Menurutnya, pemimpin yang dipilih harus berpengalaman. Jika tidak memiliki keahlian, kekacauan akan terjadi.
Wiranto mengambil perumpamaan ketika berwisata dengan naik bus. Tentu orang akan memilih sopir yang sudah berpengalaman dengan medan yang akan dilalui agar selamat sampai tujuan.
Baca juga: Wiranto: Kalau Ada yang Bilang RI Akan Punah, Menko Polhukam Paling Tersinggung
Kemudian, Wiranto mengaku telah berkali-kali mengungkapkan agar tidak memilih pemimpin yang "gendeng" atau "brengsek".
Sayangnya, kata dia, masyarakat tidak memahami ucapannya bahwa memilih pemimpin yang salah akan berdampak hingga ke generasi berikutnya.
"Karena kalau negeri ini dipimpin oleh orang yang salah, kita semua yang akan dapat dampaknya, bahkan tidak kita, anak dan cucu kita kena dampak dari kesalahan kita memilih pemimpin," jelasnya.
Baca juga: Sukseskan Pemilu, Pejabat Kemenko Polhukam Tanda Tangani Perjanjian Kinerja
Oleh karena itu, ia pun mengajak Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI dan polisi, untuk mengingatkan masyarakat untuk memilih pemimpin yang berpengalaman.
Sebagai informasi, PNS, anggota TNI, dan polisi diwajibkan netral dalam pemilu. Bahkan, anggota TNI dan polisi tidak memiliki hak memilih.
Meski begitu, Wiranto menilai, mereka boleh mengedukasi masyarakat agar tidak asal memilih pemimpin.
"Anda memang tidak berhak memilih yang masih jadi prajurit TNI, polisi, tapi boleh menyampaikan ke publik, mencerahkan ke publik, jangan salah pilih pemimpin," ungkap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.