Ketiga, karena rata-rata politisi muda ini berasal dari kaum terdidik, bahkan banyak yang mengenyam pendidikan pasca-sarjana bahkan kuliah di luar negeri, dan berhasil meretas sukses di jalan karir sebelumnya, mereka memiliki level kepercayaan diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi-generasi politisi sebelumnya.
Kepercayaan diri memang penting sebagai modal untuk menuju sukses, namun situasi ini menjadi masalah ketika kepercayaan dirinya muncul secara berlebihan.
Mereka menganggap sudah mengetahui segalanya, tahu cara terbaik untuk era kekinian, dan sulit menerima masukan dari para politisi senior.
Mereka menganggap diri mereka generasi baru politisi yang bersih dan cerdas, tanpa ada beban masa lalu, serta menganggap para politisi senior semuanya sudah ‘kotor’ dan tidak bisa diselamatkan.
Padahal, lautan politik membutuhkan banyak amunisi untuk sukses mengarunginya. Dan, bagaimanapun, pengalaman para senior, sangat bermanfaat untuk dijadikan pelajaran agar politisi muda tidak meretas jalan yang keliru.
Keempat, ada beberapa politisi muda yang memberikan harapan besar, karena pemikirannya sangat mendalam dan jauh ke depan.
Ada unsur kesegaran yang melekat erat pada sosok muda mereka. Berfokus pada program, dan solusi untuk kesulitan yang mendera masyarakat. Rajin turun ke dapil. Bertatap muka secara langsung dengan masyarakat dan mencoba memahami situasi sebenarnya di lapangan.
Namun, tak sedikit pula yang tenggelam dalam keramaian, sekadar mengikuti narasi kampanye yang digariskan partai atau tim sukses capres-cawapres. Minim kebaruan ide ataupun kesegaran pemikiran yang mereka berikan. Lebih berfokus menunjukkan, kalau mereka seorang “die harder”.
Ada kekhawatiran, jika mereka meretas jalan berbeda, bakal dianggap caper, carmuk, atau ungkapan-ungkapan tidak mengenakkan lainnya.
Tak hanya itu, bertemu masyarakat pun lebih banyak diwakilkan oleh tim. Lebih memilih terkungkung dalam ruang-ruang berpendingin udara, daripada berpeluh keringat menemui masyarakat.
Sibuk membuat status di medsos, seakan lebih memahami kesulitan masyarakat dari sekedar membaca judul berita media atau referensi melalui mesin pencari. Cukup beraksi dari balik meja, dengan didukung buzzer, tanpa perlu bertatap muka dengan masyarakat.
Mereka merasa yakin, popularitas di dunia maya dan layar kaca, sudah cukup sebagai modal awal. Tinggal ‘serangan fajar’ yang mesti mereka siapkan, sebagai langkah pamungkas.
Resep ampuh yang selama ini "diduga" ditempuh oleh beberapa senior mereka, dan ilmu ini pun diturunkan ke mereka, sebagai generasi baru di pentas politik.
Inilah jalan terjal keempat, jebakan politik uang yang "diduga" sudah demikian membudaya dan mengakar di masyarakat maupun "diduga" praktik yang jamak terjadi di berbagai partai politik. Perilaku ini cocok dengan politisi muda yang minim kreasi dan malas turun ke lapangan.
Suatu kombinasi mematikan, mematikan harapan masyarakat dan bangsa ini, harapan untuk mendapatkan generasi baru politisi yang lebih berkualitas dan berintegritas, serta lebih serius memperjuangkan aspirasi rakyat.
Kelima, jagad politik kita saat ini diwarnai dengan kentalnya narasi seputar kebohongan. Berjanji bohong, alias memberikan angin surga kepada pemilih, tanpa niat untuk menepati. Saat ditagih, malah mengalihkan pembicaraan ke hal lain.
Lalu, tak ketinggalan melabel orang lain sebagai penyebar kebohongan, agar terhindar dari diskusi tajam seputar data dan fakta terkini. Belum lagi, sibuk menggunakan statistik untuk memoles citra, bukannya memberikan pencerahan. Citra diri yang penuh dengan kebohongan.
Jika tak kuat menjaga integritas, politisi muda bakal mudah terbawa arus ini. Ikut menggelar narasi seputar kebohongan. Memberikan janji-janji palsu, tanpa ada niat untuk menepati.
Melabel orang lain hoks, tanpa mau mengadu data. Sibuk mengemas diri, memunculkan citra yang diharapkan publik, padahal aslinya jauh panggang dari api.
Inilah konsekuensi dari era post truth. Persepsi akan kebenaran menjadi jauh lebih penting dan menentukan daripada kebenaran itu sendiri.
Selama kebohongan ditanamkan secara terus-menerus, melalui berbagai medium, baik media sosial, media online, maupun media konvensional, pada titik tertentu ada kemungkinan masyarakat menganggapnya sebagai suatu kebenaran.
Lima tantangan inilah yang harus dihadapi oleh para politisi muda. Jalan terjal yang harus dilewati. Jika salah mengambil sikap, politisi muda pun bakal menjelma menjadi bad politician yang sering kali dikritiknya, tapi dengan usia yang jauh lebih muda.
Untuk menempuh jalan yang tepat, memang tidak mudah. Karena itulah, harapan disematkan pada kaum muda, politisi-politisi muda. Kelompok politisi yang tidak terbebani janji-janji masa lalu.
Kelompok politisi yang memiliki stamina tinggi, sehingga liat dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat. Memiliki semangat yang menyala-nyala untuk berkontribusi dalam perubahan bangsa ini. Dan, tentu saja, memiliki keberanian untuk menerobos kebuntuan.
Semoga saja parlemen dan pemerintahan Indonesia di periode 2019-2024 ini, dipenuhi oleh kaum muda yang benar-benar bertekad memperjuangkan yang terbaik untuk masyarakat, bangsa, dan negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.