JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Pusat Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Tirto Kusnadi mengungkapkan, suntikan dana dari pemerintah kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan belum mampu melunasi tunggakan pembelian obat.
Pemerintah diketahui telah menyuntikan dana sebesar Rp 10,5 triliun pada tahun 2018.
Hal itu disampaikannya usai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (30/1/2019).
"Rp 10 triliun kira-kira itu, paling kira-kira 6-10 persen yang terbayar ke (perusahaan) farmasi," ungkap Tirto.
Baca juga: BPJS Kesehatan: Aturan Urun Biaya Bukan untuk Menghukum Orang
Sebab, kata dia, dana yang diperoleh rumah sakit (RS) dari BPJS Kesehatan lebih dulu digunakan untuk membayar tenaga medis dan konsumsi pasien. Karena itu, kata dia, RS tak memprioritaskan pelunasan obat yang telah dibeli.
Di sisi lain, kata dia, saat ini tunggakan RS peserta BPJS Kesehatan kepada perusahaan farmasi mencapai Rp 3,6 triliun.
Mereka berharap pemerintah dapat memberikan solusi terkait membengkaknya tunggakan RS kepada pengusaha farmasi.
"Pak JK (Jusuf Kalla) bilang memang BPJS sedang dicarikan misalnya tambahan keuangan dan sebagainya. Tapi kami juga di luar tidak terlalu mengejar hal ini karena memang di luar kewenangan kami. Jadi kami hanya menunggu saja (solusi dari pemerintah)," lanjut dia.
Baca juga: BPJS Nunggak Rp 8 Miliar, RSUD Polewali Mandar Batasi Pasien Berobat
Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi sebelumnya menemui Wakil Presiden Yusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (30/1/2019). Mereka mengeluhkan tunggakan obat yang belum dibayar sejumlah rumah sakit (RS).
Tirto mengungkapkan tunggakan obat yang belum dibayar RS mencapai Rp 3,6 triliun. Tirto menambahkan ada RS yang menunggak 60 hingga 120 hari dihitung dari masa jatuh tempo utang.