JAKARTA, KOMPAS.com - Eni Maulani Saragih mengaku sengaja ditunjuk sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR oleh Ketua Fraksi Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng. Eni ditugaskan Mekeng untuk mengawal agar proyek PLTU dimenangkan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
Hal itu diakui Eni saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (29/1/2019). Eni bersaksi untuk terdakwa Idrus Marham selaku mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar.
"Iya benar, semua yang hadir saat itu mendengarkan," ujar Eni kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Menurut Eni, Idrus Marham Paling Cocok Gantikan Novanto Jadi Ketum Golkar
Awalnya, jaksa KPK membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Eni. Saat di penyidikan, Eni mengklarifikasi bukti percakapan WhatsApp antara dia dan Johannes Kotjo, pada 19 Januari 2018.
Menurut Eni, dia dan Kotjo membuat janji untuk datang ke kediaman Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Namun, saat tiba di rumah Airlangga, Eni melihat sudah ada Sekjen Golkar Idrus Marham dan Mekeng.
Dalam pertemuan itu, Kotjo menjelaskan proyek di Tanjung Jati Jepara, dan proyek PLTU Riau 1 dan Riau 2. Menurut Eni, saat itu Mekeng tertarik dan mengatakan bahwa Eni akan ditugaskan untuk mengawal proyek-proyek yang akan dikerjakan Kotjo.
Baca juga: Eni Maulani: Sejak Awal Pak Idrus Bilang Hati-hati dengan Setya Novanto
Untuk itu, Eni akan diangkat menjadi Wakil Ketua Komisi VII DPR. Komisi VII membidangi masalah energi yang salah satu mitra kerjanya adalah PT PLN Persero.
Menurut Eni, dia dan Kotjo sengaja datang ke kediaman Airlangga untuk memberitahukan mengenai proyek. Sebelumnya, mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto memerintahkan Eni untuk membantu Kotjo.
Eni dijanjikan uang 1,5 juta dollar Amerika Serikat dan saham oleh Novanto. Fee tersebut berasal dari Kotjo.
"Saya loyal dengan pimpinan. Siapapun ketua umumnya, saya akan laporkan. Kegiatan PLTU yang saya kerjakan juga saya laporkan," kata Eni.
Baca juga: Cerita Eni soal Awal Mula Terbawanya Idrus Marham di Kasus PLTU Riau-1
Dalam kasus ini, Idrus didakwa menerima suap Rp 2,250 miliar. Idrus didakwa melakukan perbuatan bersama-sama dengan Eni Maulani Saragih.
Menurut jaksa, pemberian uang tersebut diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.