JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak eksepsi atau nota keberatan yang disampaikan terdakwa Merry Purba. Dengan demikian, persidangan terhadap Merry dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Mengadili, menyatakan keberatan atau eksepsi tidak dapat diterima. Memerintahkan jaksa penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara dengan surat dakwaan 8 Januari 2019," ujar ketua majelis hakim Syaifudin Zuhri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/1/2019).
Dalam pertimbangan, majelis hakim menilai surat dakwaan jaksa telah disusun secara cermat, jelas dan lengkap. Surat dakwaan jaksa dinilai telah memenuhi syarat formil dan materil sesuai Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Baca juga: Sampaikan Eksepsi, Hakim Merry Purba Anggap KPK Tak Cukup Alat Bukti
Beberapa di antaranya, jaksa mencantumkan identitas terdakwa secara lengkap. Selain itu, dalam surat dakwaan, jaksa telah menguraikan secara detail dugaan tindak pidana yang dilakukan Merry Purba.
Sementara mengenai materi eksepsi yang mempersoalkan alat bukti dan keterangan saksi, menurut hakim, hal itu tidak termasuk objek nota keberatan. Hal itu akan dibuktikan selanjutnya dalam sidang pokok perkara.
"Menurut majelis hakim, segala materi eksepsi tidak memenuhi alasan hukum yang cukup, maka eksepsi tidak dapat diterima," kata hakim Sukartono.
Baca juga: Hakim Merry Purba dan Panitera Didakwa Terima Suap dari Terdakwa
Merry Purba selaku hakim adhoc pada Pengadilan Tipikor Medan didakwa menerima suap 150.000 dollar Singapura. Uang tersebut diduga diberikan oleh pengusaha Tamin Sukardi.
Menurut jaksa, uang tersebut diterima Merry melalui panitera pengganti pada Pengadilan Tipikor Medan, Helpandi. Menurut jaksa, Helpandi seluruhnya menerima 280.000 dollar Singapura.
Menurut jaksa, pemberian uang tersebut diduga untuk memengaruhi putusan hakim dalam perkara korupsi yang sedang ditangani Merry dan anggota majelis hakim lainnya. Perkara tersebut yakni dugaan korupsi terkait pengalihan tanah negara atau milik PTPN II Tanjung Morawa di Pasar IV Desa Helvetia, di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Adapun, Tamin Sukardi menjadi terdakwa dalam perkara dugaan korupsi tersebut.
Menurut jaksa, pemberian uang itu dengan maksud agar majelis hakim memutus Tamin Sukardi tidak terbukti bersalah. Tamin berharap dirinya dapat divonis bebas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.