JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyayangkan ketidakpastian rencana pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir.
Menurut dia, hal ini menunjukkan manajemen pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo tidak baik.
"Yang pertama tentu ini menunjukkan manajemen pemerintahan yang amburadul," ujar Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/1/2019).
Mardani menyinggung pernyataan pengacara Tim Kampanye Nasional (TKN) Yusril Ihza Mahendra yang dengan percaya diri menyampaikan pembebasan Ba'asyir.
Baca juga: Kepala BNPT: Baasyir Hardcore, Tak Mau Ikut Program Deradikalisasi
Bahkan, Yusril mengaku sudah berkomunikasi langsung dengan Presiden mengenai hal ini.
"Sehingga apa yang disampaikan Pak Yusril mestinya punya tingkat derajat kebenaran yang tinggi," ujar anggota Komisi II DPR ini.
Namun, beberapa hari kemudian, ternyata rencana itu dimentahkan kembali. Pembebasan Ba'asyir masih harus dikaji kembali.
Menurut Mardani, Yusril sebagai pihak pertama yang memulai wacana ini ke publik harus meminta maaf.
Baca juga: Pakar Hukum: Syarat Ikrar Setia NKRI Berlaku untuk Bebas Bersyarat Baasyir
Selain Yusril, ia mengatakan, yang lebih wajib meminta maaf adalah Presiden Jokowi.
"Karena menurut saya tidak ada prajurit yang salah. Jenderal yang harus bertanggung jawab. Enggak bisa jenderal menyalahkan kesalahan kepada publik," ujar inisiator gerakan #2019GantiPresiden itu.
Hingga saat ini, pemerintah masih tarik ulur terkait pembebasan Ba'asyir. Informasi pembebasan Ba'asyir awalnya dibeberkan oleh penasihat hukum pribadi Jokowi, Yusril Ihza Mahendra.
Ketika pernyataan Yusril dikonfirmasi kepada Presiden Joko Widodo, ia membenarkan telah menyetujui pembebasan Ba'asyir.
Baca juga: Penanganan Baasyir Harus Jadi Pembelajaran Penting Pemerintah
Menurut Jokowi, Baasyir dibebaskan karena alasan kemanusiaan. Sebab, pimpinan dan pengasuh pondok pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo itu sudah berusia 81 tahun dan sudah sakit-sakitan.
"Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan, artinya beliau kan sudah sepuh. Termasuk ya tadi kondisi kesehatan," kata Jokowi usai meninjau pondok pesantren Darul Arqam, di Garut, Jumat (18/1/2018) siang.
Berbagai kritik bermunculan terkait keputusan itu karena dinilai tidak memiliki landasan hukum.