Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hashim: Pak Jokowi Tak Keluarkan Uang karena Uangnya dari Saya

Kompas.com - 22/01/2019, 14:31 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Komunikasi dan Media Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo-Sandiaga, Hashim Djojohadikusumo, mengomentari pernyataan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo terkait pemilu berbiaya rendah saat debat pertama pilpres, Kamis (17/1/2019) lalu.

Saat debat, Jokowi menuturkan bahwa prinsip rekrutmen harus berbasis pada kompetensi, bukan finansial dan bukan nepotisme. Ia mencontohkan saat dirinya maju pada Pilgub DKI Jakarta 2012 lalu.

Baca juga: Cegah Korupsi, Jokowi Sebut Rekrutmen Jabatan Publik Harus Berbasis Kompetensi

Jokowi mengatakan tidak mengeluarkan biaya sama sekali ketika mencalonkan diri bersama pasangannya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Hasyim yang juga adik Prabowo Subianto mengakui Jokowi tak mengeluarkan uang.

Hal itu karena seluruh uang yang digunakan Jokowi untuk berkampanye berasal dari Hashim.

"Pak Jokowi memang tidak keluarkan uang karena uangnya dari saya, uangnya dari saya itu kenyataan. Saya kira ya, maaf ya, tidak benar itu," ujar Hashim saat ditemui di media center pasangan Prabowo-Sandiaga, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2019) malam.

Baca juga: TKN Jokowi Sindir Hashim: Enggak Ungkit Sekalian Waktu Mega-Prabowo

Menurut Hashim, beberapa kali Jokowi datang ke kantornya untuk meminta bantuan terkait dana kampanye Pilgub DKI 2012. Adik dari Ketua Umum Partai Gerindra itu mengaku masih dapat memberikan bukti soal dana kampanye yang ia berikan kepada Jokowi.

"Saya ada catatan itu, ada data kami bantu untuk Pak Jokowi," kata Hashim.

Ia menuturkan, dalam pertemuan itu memang Jokowi tidak menjanjikan apa-apa jika terpilih pada Pilgub DKI Jakarta. Hashim juga mengklaim tidak meminta timbal balik dari bantuan dana kampanye tersebut, baik dalam bentuk proyek maupun perjanjian bisnis. Hal itu, kata Hashim, sejalan dengan kebijakan Partai Gerindra yang tidak ingin meminta mahar politik dari calon yang diusung.

Hashim mengaku hanya meminta Jokowi menjadikan dirinya pengawas Kebun Binatang Ragunan dengan alasan menyukai satwa liar. Permintaan itu disampaikan ketika Jokowi sudah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Ketika dia sudah jadi gubernur saya minta saya jadi pengawas Ragunan di situ karena saya sangat cinta dengan satwa liar dan binatang. Tetapi, kalau bisnis dan proyek saya enggak pernah minta dan beliau tidak pernah janji," ucap Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu.

Saat ditanya mengenai jumlah dana kampanye yang diberikan, Hashim enggan untuk memberikan jawaban. Kendati demikian, ia memastikan jumlahnya lebih besar dari yang pernah diakui Jokowi pada 2014, yakni sebesar Rp 6 miliar.

Hashim mengatakan, dana kampanye yang ia berikan saat itu mencapai puluhan miliar. Selain dalam bentuk uang, Hashim juga memberikan bantuan berupa alat peraga kampanye, seperti kaus, kemeja bermotif kotak-kotak, dan baliho.

"Maka saya heran waktu di debat kok beliau bilang enggak pakai uang, maaf ya ini tidak logis. Di Indonesia untuk setiap pencalonan harus ada uang, untuk bayar saksi itu berapa, minimal Rp 100.000 atau Rp 300.000," tutur Hashim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com