JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Hidayat Nur Wahid mengkritik konsep segmen terakhir debat pertama Pemilihan Presiden 2019.
Pada segmen itu, pasangan calon presiden dan wakil presiden diminta menyampaikan kalimat penutup sambil mengungkapkan apresiasi terhadap satu sama lain.
"Menurut saya itu tidak benar. Masa sih sekelas capres cawapres diminta untuk pernyataan yang damai kemudian saling apresiasi. Ini kayak untuk anak-anak SMA," ujar Hidayat di kompleks parlemen, Jumat (18/1/2019).
Baca juga: Hidayat Nur Wahid: Debat Pilpres 2014 Lebih Greget Ketimbang Semalam
Hidayat berpendapat seharusnya dua pasang calon tidak perlu diminta saling mengapresiasi lewat kalimat.
Mereka, kata politisi PKS ini, adalah negarawan yang mengerti apa yang harus dilakukan. Selain itu, Hidayat menilai keduanya sudah menunjukkan sikap apresiasi secara langsung melebihi sekadar kata-kata.
"Mereka bisa saling berangkulan, bersapaan," kata Hidayat.
Selain itu, hal yang paling penting adalah kepentingan rakyat dalam debat tersebut. Maksudnya mengenai sejauh mana dua kandidat bisa menyampaikan program-program mereka.
Pada segmen terakhir debat, Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno diminta moderator menyampaikan pernyataan penutup yang menyejukkan serta menyampaikan hal positif tentang lawan debat.
Kesempatan itu digunakan Jokowi untuk menegaskan kembali komitmen mereka terhadap tema yang dibahas dalam debat.
Baca juga: KPU: Format Debat Pilpres Dimungkinkan Berubah
Di akhir pernyataannya, Jokowi masih memiliki waktu 1 menit 20 detik untuk berbicara.
Ketika ditanya apakah ingin menambahkan pernyataan, Jokowi merasa sudah cukup.
"Cukup, kami ingin bekerja," kata Jokowi lalu membuka kedua kancing lengan kemeja panjangnya lalu menggulungnya.
"Ada hal-hal positif yang diapreasi dari lawan debat?" tanya Ira Koesno, moderator debat.
"Cukup," jawab Ma'ruf. Jokowi kemudian mengamini.
Dari Prabowo pun tak ada kata-kata apresiatif terhadap Jokowi-Ma'ruf.