Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantah Jokowi Kriminalisasi Ulama, TGB Singgung SP3 Rizieq Shihab

Kompas.com - 17/01/2019, 11:06 WIB
Ihsanuddin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Korbid Keumatan DPP Partai Golkar TGB Zainul Majdi menegaskan, tidak ada kriminalisasi ulama di masa pemerintahan Joko Widodo. Semua isu tentang kriminalisasi ulama, menurut dia hanyalah akal-akalan orang yang tidak suka dengan Jokowi.

TGB menyatakan, jika isu kriminalisasi ulama mencuat karena kasus Habib Rizieq Shihab, maka hal itu sangat salah.

“Bahwa di masa bapak Jokowi ini banyak kriminalisasi (kepada ulama), contohnya kepada Habib Rizieq. Memang benar Habib Rizieq pernah ditersangkakan, tapi sudah di-SP3-kan. SP3 itu artinya tidak masuk pengadilan, apalagi masuk penjara,” kata TGB dalam keterangan tertulisnya dari DPP Golkar, Kamis (17/1/2019).

Baca juga: “Jangan Sedikit-sedikit Kriminalisasi Ulama, Padahal Ulamanya Sendiri Ternyata Melakukan Kriminal...

Ketua Umum Nahdlatul Wathan ini juga membandingkan kasus Habib Rizieq dengan masa sebelum Jokowi menjabat sebagai presiden.

Ia menyebutkan bahwa di masa sebelum Jokowi, Habieb Rizieq tidak hanya jadi tersangka, tapi juga jadi terpidana.

“Di masa sebelum pak Jokowi, Habib Rizieq tidak hanya ditersangkakan, bahkan beliau diterdakwakan, diadili, dipenjara, dan menghabiskan waktu hukuman di penjara sampai beliau bebas. Kenapa pada waktu itu tidak ada yang mengatakan kriminalisasi ulama?" ujar TGB.

TGB juga menyebutkan bahwa di masa sekarang, isu-isu kriminalisasi ulama seperti ini dihembuskan oleh orang-orang yang tidak suka dengan Jokowi.

Baca juga: Tanggapan Polri soal Fadli Zon Sebut Penahanan Bahar bin Smith Kriminalisasi Ulama

Jika yang menjadi ukuran kriminalisasi ulama adalah kasus Rizieq, justru kasus Rizieq di masa sebelum Jokowi jauh lebih berat. Namun menurut TGB, pada waktu itu orang-orang yang sekarang teriak-teriak kriminalisasi ulama tidak ada yang membelanya.

“Tapi dulu tidak ada pak Jokowi masalahnya, dan tidak ada kepentingan politik,” kata dia.

Rizieq pernah divonis 7 bulan penjara pada 21 April 2003 lalu. Saat itu, ia dinilai terbukti melakukan penghasutan melalui media televisi, mengganggu ketertiban umum, dan merendahkan pemerintah.

Baca juga: Jawab Fadli Zon, Maruf Amin Sebut Penahanan Bahar Smith Bukan Kriminalisasi Ulama

Lalu pada 30 Oktober 2008, ia kembali divonis 1 tahun 6 bulan penjara karena terbukti sebagai dalang menganjurkan, membiarkan anak buahnya melakukan kekerasan dan pengerusakan secara bersama-sama di muka umum.

Di era Presiden Jokowi, Rizieq sempat ditetapkan sebagai tersangka kasus chat pornografi dan penodaan Pancasila. Namun Rizieq tak kunjung diperiksa karena pergi ke Arab Saudi.

Polisi kemudian mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk kedua kasus yang menjerat pimpinan Front Pembela Islam itu.

Kompas TV Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi meminta warga ormas Nahdlatul Wathan untuk memilih pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-Ma&rsquo;ruf Amin.<br /> <br /> Permintaan ini disampaikan Tuan Guru Bajang ketika menyampaikan sambutan dalam acara silaturahim Nadhlatul Wathan.<br /> <br /> Tuan Guru Bajang beralasan Presiden Joko Widodo sudah banyak memberikan perhatian untuk Nusa Tenggara Barat. TGB juga membantah fitnah untuk Joko Widodo terkait dengan kriminalisasi ulama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com