JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menegaskan, pendataan penyandang disabilitas mental sebagai pemilih pemilu bukan tanpa alasan.
Berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XIII/2015 penyandang disabilitas mental atau tunagrahita mempunyai hak yang sama dengan pemilih lainnya untuk menyumbangkan suara dalam pemilu.
Oleh karena itu, KPU meminta publik tidak lagi yang mempertanyakan mengenai pemilih tunagrahita.
"Pemilih tunagrahita berdasarkan putusan MK itu memang berhak untuk memberikan suara dengan ketentuan tertentu. Putusan MK itu sudah sampai merinci yang kategori apa yang diperbolehkan," kata Wahyu di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (14/1/2019).
Baca juga: Bertemu KPU, BPN Prabowo-Sandiaga Tanya soal Hak Pilih Penyandang Disabilitas Mental
Wahyu menjelaskan, penyandang disabilitas mental yang dimaksud tidak sama dengan orang dengan gangguan jiwa yang berada di jalanan.
Mereka yang diberi hak pilih, adalah tunagrahita dengan derajat tertentu yang masih memiliki nalar yang masih memungkinkan menggunakan hak pilih.
Selain itu, menurut Wahyu, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tidak ada larangan bagi tungarahita memberikan hak suara dalam pemilu.
"Karena prinsipnya setiap warga negara yang sudah punya hak pilih itu boleh memilih," ujar dia.
Baca juga: KPU: Jumlah Pemilih Penyandang Disabilitas Mental di Pemilu 2019 Meningkat Tajam
Namun demikian, sesuai dengan bunyi Pasal 348 ayat 1 UU Pemilu, pemilih, termasuk tunagrahita, tetap harus memiliki e-KTP sebagai syarat wajib didata dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu.
Jika seorang tunagrahita tak punya e-KTP, maka tertutup kemungkinan bagi dia didata sebagai pemilih dalam pemilu.
"Itu kan ketentuan yang melekat di dalam UU. Bahwa pemilih itu harus ber-eKTP. Kan ini juga berlaku bagi siapapun pemilih," tandasnya.
Baca juga: Penyandang Disabilitas Mental Gunakan Hak Pilih di TPS Panti Sosial
Sebelumnya, Ketua BPN Djoko Santoso menyebut Prabowo Subianto akan mengundurkan diri jika terdapat potensi kecurangan dalam Pilpres 2019.
Kubunya menilai, potensi kecurangan pemilu hingga saat ini terus terjadi. Salah satu potensi kecurangan tersebut adalah diperbolehkannya penyandang disabilitas mental atau tuna grahita untuk menggunakan hak pilihnya.
Djoko pun menyampaikan akan mendukung Prabowo Subianto jika benar mengundurkan diri dari kontestasi pilpres meskipun ada ancaman pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.