Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Subkhi Ridho
Pendidik dan Peneliti Sosial-Keagamaan

Wakil Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Inggris Raya periode 2018-2019, pendidik dan peneliti sosial-keagamaan.

Politik Identitas dan Ujian Demokrasi

Kompas.com - 11/01/2019, 20:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


DEMOKRASI Indonesia dalam ujian. Sejak tiga tahun terakhir, suka ataupun tidak, praktik berdemokrasi kita disibukkan dengan geliat politik identitas agama, khususnya identitas Islam.

Tensi politik identitas Islam ini kembali menyeruak ke publik sejak Basuki Tjahaja Purnama keseleo lidah soal surat Al-Maidah 51. Hal itu ditandai dengan munculnya aksi massa 411 dan 212 yang sangat fenomenal karena melibatkan massa yang besar.

Aksi ini tak pelak lagi menggunakan identitas agama (Islam) untuk meraih dukungan dan simpati publik. Hasilnya dapat dikatakan sangat mujarab dengan melihat antusiasme peserta yang hadir serta liputan media daring maupun konvensional.

Identitas yang melekat pada diri seseorang pada hakikatnya tidak ada yang dapat meminta, khususnya identitas yang terkait dengan ras, bahasa, maupun etnis tertentu.

Adapun identitas agama, ia lebih cair karena seseorang dapat menentukan sendiri pilihan keyakinan maupun agamanya setelah ia tumbuh dewasa.

Namun demikian, pada ranah etnis ia pun sesungguhnya tidak sekaku yang dibayangkan oleh public common sense.

Pada saat seseorang mengaku Jawa misalnya, maka pertanyaan lanjutannya adalah Jawa yang mana? Karena entitas Jawa itu sendiri sangat luas.

Jawa bagi orang Jakarta, seringkali hanya dipahami sebatas Jawa Tengah (Yogyakarta di dalamnya) dan Jawa Timur. Sementara Sunda, yang secara geografis berada di Pulau Jawa tidak dipahami sebagai Jawa,  

Jawa sendiri, di dalamnya akan terbagi ke beberapa lagi, di mana terdapat Jawa keraton Jogja, Jawa Kasunanan Surakarta, Jawa Purworejo berikut area Kedu, Jawa Banyumasan, Jawa Pantura, misalnya.

Sekurang-kurangnya minimal terdapat lima varian ke-Jawa-an. Kesemuanya memiliki karakter khas sesuai dengan geografisnya masing-masing. Tidak ada yang sama persis, sekadar persinggungan di beberapa hal.

Lantas siapa yang sesungguhnya dapat mengklaim sebagai “asli” Jawa?

Berangkat dari sini, maka tidak ada yang asli dan tidak asli, karena tergantung dari mana perspektif kita. Oleh karenanya identitas itu menjadi sangat fluid. Ia sangat cair.

Ke-Jawa-an, ke-Sunda-an, ke-Batak-an, ke-Makassar-an, ke-Bugis-an, ke-Madura-an dan lain-lain, dan begitu banyaknya suku di negeri ini jika tidak hati-hati maka kita akan terjebak pada esensialisme.

Kaum esensialis menganggap bahwa identitas merupakan sesuatu yang given adanya, tetap, ajeg, tidak berubah sama sekali.

Identitas kesukuan, keagamaan seseorang misalnya, terbentuk karena pertemuan budaya yang dialami oleh orang tersebut. Sehingga ia menjadi sangat fluid, dapat tumbuh berkembang, tidak berada pada oposisi biner, yang saling berhadap-hadapan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com