Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung: Masak Jaksa Agung Bangkang, Bangkang Sama Siapa?

Kompas.com - 11/01/2019, 18:29 WIB
Reza Jurnaliston,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung RI Muhammad Prasetyo menegaskan bila dirinya tidak “membangkang” dengan tidak meningkatkan sembilan berkas perkara pelanggaan HAM berat masa lalu ke tingkat penyidikan.

Menurut Prasetyo, sembilan berkas pelanggaran HAM berat harus lengkap, baik dari segi formil dan materiil, lantas baru bisa dinaikkan ke tahap penyidikan.

“Jangan ada suatu anggapan bahwa kejaksaan enggan menaikkan itu (berkas perkara kasus pelanggaran HAM berat ke tahap penyidikan), pimpinan jaksa agung bangkang, nggak ada, masak Jaksa Agung bangkang, bangkang sama siapa?,” ujar di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (11/1/2019).

“Kita lihat faktanya, bukti-buktinya. Tidak ada sama sekali Jaksa Agung bangkang,” sambung Prasetyo.

Baca juga: Komnas HAM: Selama di Kejagung, Tak Ada Perkembangan Pengusutan Kasus HAM Berat

Berkas perkara kasus pelanggaran berat yang dimaksud adalah peristiwa 1965/1966, peristiwa Talangsari Lampung 1998, peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II.

Selanjutnya, berkas peristiwa Kerusuhan Mei 1998, peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, peristiwa Wasior dan Wamena, peristiwa Simpang KKA 3 Mei 1999 di Provinsi Aceh, serta peristiwa Rumah Geudong, dan Pos Sattis lainnya di Provinsi Aceh.

Prasetyo mengatakan, justru Komnas HAM tidak pernah memenuhi petunjuk atau catatan yang diberikan oleh Kejagung terkait berkas perkara kasus pelanggaran HAM itu.

“Tentunya petunjuk yang lama tidak pernah dipenuhi (Komnas HAM), laporan dari Kejaksaan masalah formil dan materiilnya itu petunjuk dari waktu ke waktu seperti itu,” tutur Prasetyo.

Baca juga: Penyelidikan di Komnas HAM Selesai, Kejagung Harus Lanjutkan Penyidikan 9 Kasus HAM Masa Lalu

Bahkan, kata Prasetyo, pihaknya juga pernah duduk bersama dengan Komnas HAM untuk membahas dan membedah berkas perkara perihal pelanggaran HAM itu.

Lebih lanjut, Prasetyo telah memerintahkan kepada Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman untuk menindaklanjuti dan menangani perkara kasus pelanggaan HAM berat.

Prasetyo mengemukakan, bila perlu dilakukan semacam seminar atau FGD (forum group diskusi) dengan mengundang pakar hukum independen dari pihak-pihak yang berkompeten di bidangnya. Hal itu dilakukan untuk membahas soal penanganan pelanggaran HAM masa lalu.

“Kita terbuka saja, selama ini nggak ada yang ditutup-tutupi. Nggak ada gunanya kita menutup-nutupi,” kata Prasetyo.

Prasetyo menambahkan, soal penyelesaian masalah pelanggaran HAM berat masa lalu terdapat kendala, antara lain lantaran peristiwa yang sudah terjadi sangat lama. Sehingga, dalam mencari saksi-saksinya tidak akan mudah.

“Enggak ada istilahnya kejaksaan enggan menangani kasus (pelanggaran HAN berat), bahwa bukti -bukti harus dilengkapi iya. Kita bisa pahami siapapun yang menangani kasus ini akan menghadapi kesulitan dan kendala, karena apa? Waktu peristiwa itu terjadi kadang 50 tahun yang lalu, ada yang tahu 98 tahun 65, 66 Undang-Undangnya pun belum ada,” tutur Prasetyo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com