JAKARTA, KOMPAS.com — Budayawan Sudjiwo Tedjo bercerita, suatu ketika dia dimaki teman lewat akun Twitter. Seorang teman lain me-retweet makian untuknya.
Perlakuan itu dia terima setelah menuliskan twit yang menyinggung dua pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2019.
Hal itu membuat dia berpikir bahwa pilpres kini terlampau serius dan berpotensi menghancurkan persahabatan.
"Kata aku, gila pilpres ini bisa buat persahabatan jadi hancur," ujar Sudjiwo Tedjo dalam program Rosi di Kompas TV yang tayang pada Kamis (10/1/2019).
Seorang penulis Maman Suherman juga bercerita dirinya dikeluarkan dari delapan grup Whatsapp. Alasannya karena dia tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon. Kata Maman, bahkan menjadi netral merupakan hal yang dipersoalkan pada Pilpres 2019 ini.
Baca juga: Komentar KPU soal Fenomena Capres-Cawapres Fiktif Nurhadi-Aldo
Pengalaman Sudjiwo Tedjo dan Maman merupakan bukti adanya fenomena fanatisme terhadap kandidat capres dan cawapres.
Di tengah kondisi ini, muncul "calon presiden" alternatif nomor urut 10 bernama Nurhadi yang "diusung" Koalisi Indonesia Tronjal-tronjol Maha Asyik.
Nurhadi merupakan seorang pemijat yang identitasnya digunakan seorang kreator untuk meme. Kutipan-kutipan yang ada di meme Nurhadi sering mengundang gelak tawa meski terkadang memiliki pesan satir dan mengandung bahasa yang vulgar.
Nurhadi belum pernah bertemu dengan kreator meme bernama Edwin yang memviralkan dirinya. Namun, dia yakin masih banyak orang baik di dunia.
Keyakinannya itu membuat dia tidak khawatir identitasnya akan dibuat untuk hal-hal negatif.
Nurhadi hanya meninggalkan pesan yang menjadi panduan bagi Edwin dalam membuat konten.
"Jangan menyinggung agama, negara, dan jangan menyakiti orang lain," ujar Nurhadi.
Sejak viral di media sosial, pelanggan pijat Nurhadi bertambah banyak. Pelanggannya senang karena seolah sedang dipijat "calon presiden".
Baca juga: Bertemu Nurhadi, Calon Presiden Fiktif Maha Asik yang Viral
Nurhadi mengatakan, banyak yang menyukai dirinya karena selalu menebar hal positif. Dia mengajak masyarakat untuk tertawa di tengah suasana politik di Indonesia.
Nurhadi senang identitasnya digunakan untuk hal seperti itu.