JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) menilai, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) keliru dalam mengambil keputusan kasus pelanggaran administrasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Dalam putusannya, Bawaslu menyatakan KPU terbukti melanggar administrasi. Bawaslu memerintahkan KPU memasukan nama OSO ke daftar calon tetap (DCT) anggota DPD dalam Pemilu 2019.
Namun, jika kelak OSO terpilih, yang bersangkutan harus menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurus parpol, satu hari sebelum penetapan calon DPD terpilih.
Baca juga: Perjalanan Polemik Pencalonan OSO sebagai Anggota DPD hingga Akhirnya Diputus Bawaslu
Menurut Peneliti Hukum Perludem Fadli Ramadhanil, putusan Bawaslu tidak mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang melarang pengurus partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD.
Sebab, putusan MK berbicara tentang syarat pencalonan, bukan syarat calon terpilih.
Sementara putusan Bawaslu mensyaratkan OSO mundur dari kepengurusan paslon setelah terpilih.
"Pada titik pencalonanlah larangan terhadap pengurus partai politik itu untuk ikut serta sebagai kontestasi pemilu. Bukan setelah terpilih dan syarat ditetapkan sebagai calon terpilih," kata Fadli dalam keterangan tertulis, Kamis (10/1/2019).
Baca juga: Ada Dissenting Opinion dalam Putusan Bawaslu soal Kasus OSO
Fadli mengatakan, keputusan Bawaslu justru memberi norma baru. Bahwa boleh saja OSO yang notabene tidak mau mundur sebagai pengurus partai politik tetap menjadi calon anggota DPD, dan jika terpilih harus mengundurkan diri menjadi pengurus partai politik.
Norma tersebut, kata Fadli, sama sekali tidak ada rujukan dan cantelan hukumnya dalam UU ataupun Putusan MK manapun.
Jika pelaksanaan tahapan pemilu dibiarkan keluar berkali-kali dari pakem hukum, maka integritas penyelenggaraan pemilu akan jadi turuhan. Publik akan menjadi bingung dan tidak percaya.
Publik dikhawatirkan akan meragukan proses penyelenggaraan pemilu jika penyelenggara pemilu tak mematuhi sebuah konstitusi untuk pelaksaaan pemilu.
Fadli menyebut, atas kejadian ini, persiapan Pemilu 2019 berada di alarm kuning.
Baca juga: Bawaslu Dinilai Inkonsisten dalam Putusan Kasus OSO
Ia juga ingatkan Bawaslu untuk berhati-hati dalam bekerja. Sebab, Bawaslu merupakan bagian dari penegak keadilan pemilu.
"Jangan sampai konstitusionalitas pemilu dipertanyakan karena menyertakan orang yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta pemilu," ujar Fadli.
Bawaslu memerintahkan KPU untuk memasukkan OSO dalam daftar calon anggota DPD dalam Pemilu 2019.
Namun, dalam putusan Bawaslu, OSO tetap harus mundur sebagai pengurus Partai Hanura jika kembali lolos sebagai anggota DPD periode 2019-2024.
Saat ini, OSO masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.