JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terhadap pencalonan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai calon anggota DPD dinilai tidak konsisten.
Sebab sebelumnya Bawaslu juga pernah membuat putusan bahwa OSO tidak bisa menjadi calon anggota DPD.
Namun, kini Bawaslu meminta KPU tetap memasukan nama OSO ke dalam daftar calon anggota DPD.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem), Titi Anggraini.
"Putusan Bawaslu ini menyiratkan bahwa Bawaslu sudah inkonsisten dalam berpemilu," ujar Titi di kompleks parlemen, Rabu (9/1/2019).
Menurut Titi, bukan hanya putusan kasus OSO, Bawaslu juga tidak konsisten dalam mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah keputusan final yang harus diikuti.
Baca juga: Putusan Bawaslu soal OSO Dinilai Munculkan Masalah Baru
Putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 menyebut pengurus partai politik tidak boleh mencalonkan diri dalam Pemilu DPD. Titi menghargai adanya perbedaan pendapat dari salah satu anggota Bawaslu yang tetap berpandangan putusan MK mutlak diikuti. Namun, dissenting opinion itu tidak mengubah apapun.
Pada akhirnya Bawaslu tetap mengeluarkan keputusan yang menurutnya tidak konsisten.
"Dan putusan dari Bawaslu adalah tetap putusan yang sah, tinggal kemudian kami sedang pertimbangkan untuk ambil langkah berikutnya terkait putusan Bawaslu. Ini yang kami diskusikan dengan Koalisi Masyarakat Sipil," kata Titi.
Meski mengizinkan OSO menjadi calon anggota DPD, Bawaslu menambah ketentuan lain atas putusannya. Bawaslu memutuskan OSO tetap harus mundur sebagai pengurus Partai Hanura jika kembali lolos sebagai anggota DPD periode 2019-2024.
Titi mengatakan putusan tersebut seolah win-win solution. Bahwa pada akhirnya pengurus partai tetap tidak boleh menjadi anggota DPD. Padahal, putusan tersebut tetap tidak sesuai.
"Ini seolah jalan tengah ya. Tetapi putusan ini secara substantif dan secara tekstual itu bertentangan dengan Putusan MK nomor 30 tahun 2017, putusan MK jelas menyebut bahwa pengurus parpol tidak boleh menjadi calon anggota DPD," ujar Titi.
Baca juga: Ada Dissenting Opinion dalam Putusan Bawaslu soal Kasus OSO
Putusan Bawaslu ini jelas bertentangan dengan putusan MK. Padahal, kata Titi, putusan MK setara dengan Undang-Undang yang harus dijadikan pegangan.
Dia mempertanyakan konsistensi Bawaslu yang tidak mengikuti putusan MK.
"Tapi yang paling kami sesalkan adalah pemilu 2019 memperlihatkan pada kita bagaimana konsitusi dikangkangi hanya untuk kepentingan pencalonan satu orang dan itu sangat ironis," kata dia.