JAKARTA, KOMPAS.com - Pegawai bagian legal PT Artha Pratama Anugrah, Wresti Kristian Hesti mengakui, panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution pernah meminta uang kepadanya terkait pengurusan perkara hukum sejumlah perusahaan.
Permintaan uang itu kemudian dilaporkan Hesti kepada atasannya, Eddy Sindoro.
Menurut Hesti, Eddy Sindoro yang merupakan mantan petinggi Lippo Group itu menyetujui permintaan uang tersebut.
Hal itu dikatakan Hesti saat bersaksi untuk terdakwa Eddy Sindoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (7/1/2019).
"Saya bilang, Pak, itu PN Pusat minta uang Rp 100 juta. Kemudian, Pak Eddy intinya bilang, oke, coba kontak ke Pak Hendra (direksi PT Metropolitan Tirta Perdana)," ujar Hesti.
Awalnya, Eddy Sindoro menugaskan Hesti untuk berkomunikasi dengan Edy Nasution.
Eddy meminta Hesti menanyakan persoalan aanmaning atau pemberitahuan eksekusi perkara wanprestasi yang dihadapi PT Metropolitan Tirta Perdana.
Hesti mengatakan, saat itu direksi PT Metropolitan sedang berada di luar kota. Hesti menemui Edy Nasution untuk mengupayakan penundaan aanmaning.
Namun, Edy Nasution meminta uang kepada Hesti. Menurut Hesti, saat bertemu, Edy mengatakan,"Itu kan anmanimg ketua pengadilan, kasi lah 100".
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat menanyakan, apakah Eddy Sindoro pernah keberatan dan melarang pemberian uang kepada penyelenggara negara.
Namun, menurut Hesti, Eddy Sindoro sama sekali tidak melarang.
Dalam kasus ini, Eddy Sindoro didakwa memberikan suap sebesar Rp 150 juta dan 50.000 dollar Amerika Serikat kepada panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar Edy menunda proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP).
Suap juga sebagai pelicin agar Edy menerima pendaftaran peninjauan kembali (PK) PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun sudah melewati batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang.