JAKARTA, KOMPAS.com - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) di kawasan Pulo Gadung, Jakarta, Senin (31/12/2018).
Penggeledahan terkait penyidikan kasus dugaan suap proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Sejauh ini dari lokasi kantor WKE tim mengamankan sejumlah dokumen-dokumen proyek SPAM yang dikerjakan WKE di beberapa daerah," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Senin.
Menurut Febri, KPK juga menggeledah kantor Satuan Kerja Pengembangan SPAM Strategis Ditjen Cipta Karya di kawasan Bendungan Hilir.
Baca juga: Kasus Dugaan Suap Proyek Air Minum, KPK Geledah Dua Lokasi
Namun, Febri belum menjelaskan secara rinci apa saja barang-barang yang disita dalam penggeledahan di tempat tersebut.
Ia mengatakan, proses penggeledahan di kedua lokasi tersebut masih terus berjalan.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan delapan orang sebagai tersangka.
Ke-empat tersangka yang diduga memberi suao adalah Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto; Direktur PT WKE Lily Sundarsih, dan dua Direktur PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) bernama Irene Irma serta Yuliana Enganita Dibyo.
Sementara empat orang yang disangka menerima suap adalah Kepala Satuan Kerja Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Strategis Lampung Anggiat Partunggul Nahat Simaremare; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar dan PPPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
Anggiat, Meina, Nazar dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan proyek pembangunan SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3, Lampung, Toba 1, dan Katulampa.
Baca juga: KPK Tahan 8 Tersangka Dugaan Suap Proyek SPAM Kementerian PUPR
Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa High Density Polyethylene (HDPE) di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
Lelang diduga diatur sedemikian rupa agar dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP.
PT WKE dan PT TSP diminta memberikan fee 10 persen dari nilai proyek. Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk kepala Satker dan 3 persen untuk PPK.
Keempat tersangka terduga penerima diduga mendapatkan uang dengan kisaran jumlah bervariasi terkait kepengurusan proyek-proyek tersebut.