JAKARTA, KOMPAS.com - Politik identitas dinilai berdampak panjang bagi kehidupan sosial masyarakat. Direktur Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia Rubi Khalifa menceritakan pengamatannya setelah Pilkada DKI 2017.
"Saya masih ingat satu pekan setelah Pilkada Jakarta, saya datang ke masyarakat dan meski dengan guyon-guyon tetapi bercampur sakit hati, masih sangat kuat sindiran antara masyarakat itu," ujar Rubi dalam sebuah diskusi di Jalan Kendal, Minggu (30/12/2018).
"Sindiran-sindiran yang menyebut 'kamu kalah dan kita yang menang' terasa sekali," tambah dia.
Menurut Rubi, politik identitas ini digunakan untuk kepentingan pemilu dan setelahnya tidak ada upaya untuk menyembuhkan perselisihan di tengah masyarakat.
"Apa yang dilakukan yaitu politisasi identitas di Jakarta, sebenernya elite politik itu tidak pernah menyiapkan remedy-nya, penyembuhannya di masyarakat seperti apa, enggak pernah. Hal yang dipikirkan adalah bagaimana cara ini bisa memenangkan politik," kata dia.
Baca juga: Publik Diharap Belajar Dampak Permainan Politik Identitas di Masa Lalu
Ini sebabnya Rubi menilai politik identitas dalam pemilu adalah kejahatan politik. Rubi melihat pola politik identitas pada Pilkada juga terjadi lagi pada Pilpres 2019.
Hal ini terlihat dari isu-isu kriminalisasi ulama hingga polemik ucapan natal.
Rubi mengatakan elite politik yang ikut dalam kontestasi Pilpres harus memahami dampak politik identitas ini di masyarakat.
"Kalau Anda menggunakan politik identitas, Anda harus menyipapkan remedy-nya. Dampak di masyarakat tidak boleh ditinggalkan begitu saja," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.