Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Pelaporan Pidana Komisioner KPU Bentuk Kriminalisasi

Kompas.com - 24/12/2018, 07:08 WIB
Jessi Carina,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Hukum Tata Negara dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti menilai ada upaya kriminalisasi terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dia mengacu pada laporan sejumlah kader Partai Hanura secara pidana terhadap komisioner KPU karena dinilai tidak mau menjalankan putusan pengadilan terhadap ketua umumnya, Oesman Sapta Odang (OSO).

Bivitri mengatakan, DPD secara konstitusional sudah dirancang bukan untuk pengurus partai. Namun kini kader partai ikut-ikutan menggugat hal itu sampai ke polisi.

"Itu saja sudah aneh. Artinya mereka bergerak untuk kepentingan seorang ketua umumnya, bukan kepentingan partai dong namanya DPD kan. Itu saja sudah jadi indikasi bahwa ini memang langkah kriminalisasi komisioner KPU oleh pendukungnya OSO," ujar Bivitri ketika dihubungi, Senin (26/12/2018).

Baca juga: KPU Berharap OSO Menunjukkan Sikap Kenegarawanan...

Bivitri pun melihat OSO begitu all out dalam melakukan upaya-upaya pencalonan DPD dalam Pemilu 2019. OSO sudah mengadu hampir ke semua lembaga.

"Ini bukan konteks sengketa pemilu tapi memang seperti teror untuk menakuti komisoner KPU karena tidak melakukan hal sesuai kehendak dia," kata Bivitri.

MA dan PTUN sebelumnya telah membuat putusan yang memerintahkan KPU mencabut Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD yang tidak memuat nama OSO.

Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.

Namun putusan MK berkata lain, OSO tidak bisa mencalonkan diri dalam pemilu DPD jika merangkap jabatan sebagai ketua umum partai. Putusan MA dan PTUN ini seolah menjadi pembenaram kubu OSO dalam memperjuangkan pemilu DPD ini.

Padahal, kata Bivitri, ada perbedaan atas putusan MA dan MK. Berdasarkan Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, MK memberikan tafsir konstitusional atas Undang-Undang. Sementara itu, MA dan semua pengadilan lain di bawah MA wajib mengacunya pada putusan MK yang sudah menegaskan tafsir konstitusional UU Pemilu.

Bivitri pun meminta kepolisian untuk bersikap bijak dalam hal ini. Sedianya, aparat penegak hukum tidak boleh memidana individu dari lembaga negara yang berupaya menjalankan UUD 1945 berdasarkan putusan MK.

"Pelaporan terhadap penyelenggara pemilu dapat berdampak negatif pada kualitas Pemilu 2019 dan demokrasi Indonesia," ujar Bivitri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com