JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi dua terpidana kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) ke dua lembaga pemasyarakatan (lapas).
Kedua terpidana itu adalah Mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo yang juga keponakan mantan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Made Oka Masagung.
"Hari ini, Senin 17 Desember 2018, dilakukan eksekusi terhadap dua terpidana berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Nomor: 65/Pid.Sus.TPK/2018/PN.Jkt.Pst tanggal 5 Desember 2018," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Senin (17/12/2018).
Menurut Febri, Irvanto dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Sukamiskin Bandung. Sementara Made Oka dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang.
Baca juga: Irvanto Mengaku Beli Tas Hermes dan Menyerahkan ke Mantan Sekjen Kemendagri
Irvanto divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengdilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Dia juga dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Irvanto terbukti merekayasa proses lelang dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Irvanto juga terbukti menjadi perantara suap untuk sejumlah anggota DPR RI.
Irvanto dinilai secara langsung maupun tidak langsung, turut serta memenangkan perusahaan tertentu dalam pengadaan e-KTP.
Selanjutnya, untuk kepentingan Setya Novanto, Irvanto beberapa kali menerima uang dari Johannes Marliem selaku penyedia produk biometrik merek L-1 yang seluruhnya berjumlah 3,5 juta dollar Amerika Serikat.
Uang tersebut disebut sebagai fee sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP.
Selain Novanto, perbuatan Irvan telah memperkaya sejumlah orang dan korporasi.
Baca juga: Keponakan Novanto dan Made Oka Masagung Hadapi Vonis
Sementara itu, Made Oka Masagung divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Made Oka terbukti menjadi perantara uang suap untuk Novanto.
Perbuatan yang dilakukan bersama-sama itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun.